Remaja Masjid Al - Iman

Remaja Masjid Al - Iman
Sahabat Sejati

Sabtu, 29 September 2012

UDANGAN PENGAJIAN GABUNGAN PRITA YANG KE XV KOTA TANJUNGBALAI






PERHIMPUNAN REMAJA ISLAM
TANJUNGBALAI

Sekretariat : Jl. Khairil Anwar No.38 Kel. Kuala Silo Bestari, Kota Tanjungbalai
Telp : 0852 7565 0141
Email : tengku.surya85@yahoo.co.id

Nomor : 01 / PG.XV / P R I T A / TB /10.12
Perihal : Undangan

Kepada Yth :

Kader PRITA, Rmez, Rmuz, PRI dan Remaja Islam Se Kota Tanjungbalai
Di –
Tempat

Assalamualaikum Wr. Wb

PERHIMPUNAN REMAJA ISLAM TANJUNGBALAI ( PRITA ) mengundang seluruh kader anggota Remaja Masjid, Mushalla, Pengajian Remaja Islam, OSIS SMP / SMA / TSANAWIYAH / ALIYAH Se Kota Tanjungbalai dalam acara yang insya allah akan di laksanakan pada :

Hari / tanggal : Sabtu / 06 Oktober 2012
Waktu : 20.00 Wib s/d Selesai
Tempat : Jl. Anwar Idris, Sei. Dua Kec. Datuk BandarTimur ( Masjid Al Ikhlas Sei. Dua )
Acara : Pengajian Gabungan PRITA yang ke XV

Demikianlah surat undangan ini yang dapat kami sampaikan dan atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih.
 
 Pengurus Remaja Masjid Al - Ikhlas ( RAMAI )

KETUA


NISFU FITRI
 
MENGETAHUI : 

BPH. PRITA

KETUA UMUM

TENGKU SURYA DHARMANSYAH ADITHYA, SPdI
 
 

REMAJA MASJID AL - IKHLAS ( RAMAI )

 
PERHIMPUNAN REMAJA ISLAM TANJUNGBALAI

By : Surya Van Asahan .............


Rabu, 26 September 2012







Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istriku sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan,karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku.


Suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anakku masih tertidur. Ohhh aku harus menyediakan makan untuknya.

Karena masih ada sisa sedikit nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas

berangkat ke tempat kerja. Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, aku langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam.

Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan….. di sanalah sumber ‘masalah’nya … sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Oh…Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian dan langsung menghujani anakku yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:

“Ayah, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya . Karena aku takut mie’nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainanku, aku minta maaf,ayah … “

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku, tetapi, aku tidak ingin anakku melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku. Setelah beberapa lama, aku hampiri anakku, kupeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto ibu yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, aku mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.
m
Namun, belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal. Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan,

“Aku minta maaf, ayah“.

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara “pertunjukan bakat” yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahuku, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis,aku yakin , jika istriku masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Tapi astaga, anakku membuat masalah lagi. Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus. Mereka menelponku dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anakku telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun aku sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anakku lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena aku merasa bahwa anak ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf :

“Maaf, ayah”. Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah aku mendorong anakku ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : “Surat-surat itu untuk ibu…..”. Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. …. tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: “Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?”

Jawaban anakku itu : “Aku telah menulis surat buat ibu untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus”. Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung,

tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan. Aku bilang pada anakku, “Nak, ibu sudah berada di surga, jadi untuk

selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk ibu, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Aku berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi…. aku jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur yang isinya:

‘ibu sayang’, Aku sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukan Bakat’ di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi aku tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi. Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencariku, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Ibu, setiap hari aku melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Aku pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua. Tapi bu, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahmu dan ingat kamu? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi ibu, mengapa engkau tak pernah muncul ?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena aku tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istriku

Kamis, 20 September 2012

Kisah Insfiratif " CATATAN IBUKU "




Buat sahabat ku ... Mari kita berbagi cerita .... ku harap dirimu membaca artikel ne ...

CATATAN IBUKU ...........

Orang bilang anakku seorang aktivis . Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis.Dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis .Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak ? Ibu hanya ingin bilang engka
u seorang putra kecil Ibu yang lugu yang dengan susah payah selama 9 bulan Ibu membawamu ada di perut Ibumu ini??

Anakku,sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis .Dengan segala kesibukkanmu,ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat.Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak ? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak,tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia- sia bagi ibumu??

Anakku,kita memang berada disatu atap nak,di atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini .Tapi kini dimanakah rumahmu nak?ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini .Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah,dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu .Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut.Mungkin tawamu telah habis hari ini,tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu .

Ah,lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti,bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu . Atau jangankan untuk tersenyum,sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau engkau,katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline. Padahal,andai kau tahu nak,ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini,memastikan engkau baik-baik saja,memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu.Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak,tapi bukankah aku ini ibumu ? yang 9 bulan waktumu engkau habiskan di dalam rahimku ini ??

Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu,engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu .Engkau nampak amat peduli dengan semua itu,ibu bangga padamu .Namun,sebagian hati ibu mulai bertanya nak,kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak ? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu ? kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak ? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu itu duhai anakku ??

Anakku,ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu.Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang nak,menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat,tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan .Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak? Bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kamu jaga nak??

Anakku,ibu mencoba membuka buku agendamu .Buku agenda sang aktivis.Jadwalmu begitu padat nak,ada rapat disana sini,ada jadwal mengkaji,ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting.Ibu membuka lembar demi lembarnya,disana ada sekumpulan agendamu,ada sekumpulan mimpi dan harapanmu.Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya,masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana.Ternyata memang tak ada nak,tak ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini.Tak ada cita-cita untuk ibumu ini . Padahal nak,andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk Ibu selain cita dan agenda untukmu putra kecilku??

Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka,mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional.Boleh ibu bertanya nak,dimana profesionalitasmu untuk ibu ?dimana profesionalitasmu untuk keluarga ? Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau buat ?

Ah,waktumu terlalu mahal nak.Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama Ibu?? Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta,ibu,ayah,kakak dan adik . Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik .Dan hingga saat itu datang,jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan.Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan?.Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.Untuk mereka yang kasih sayangnya tak kan pernah putus,untuk mereka sang penopang semangat juang ini . Saksikanlah,bahwa tak ada yang lebih berarti dari ridhamu atas segala aktivitas yang kita lakukan.Karena tanpa ridhamu,Mustahil kuperoleh ridhaNya…”
 
By : Surya Van Asahan .... 






PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
NOMOR 10 TAHUN 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 63
TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA KERJA
KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, KOMISI PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN/KOTA, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN
SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
KOMISI PEMILIHAN UMUM,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10
ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, perlu ditetapkan Peraturan Komisi
Pemilihan Umum tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi
Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan,
Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, telah diterbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
63 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi
Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan,
Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah;
c. bahwa berdasarkan hal tersebut pada huruf a dan huruf b serta
dengan memperhatikan perkembangan keadaan, dipandang perlu
mengadakan perubahan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 63 Tahun 2009 tersebut;
d. bahwa berdasarkan hal tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c,
perlu menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang
Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 63
tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan
Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota,
Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan
- 2 -
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4151);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4721);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49
Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4865);
9. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang
Kode Etik Penyelengara Pemilihan Umum;
10. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2008 tentang
Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum
Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 21
- 3 -
Tahun 2008, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 37 Tahun
2008, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;
11. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Pemilihan
Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Sekretariat
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2008;
12. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 63 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum Provinsi,
dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan
Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah;
Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 20 Mei 2010;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, DAN
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA, PANITIA
PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA,
DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA
DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL
KEPALA DAERAH.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 63 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 7 ayat (3) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 7
(3) PPDP dan KPPS dibentuk oleh PPS atas nama Ketua KPU Kabupaten/Kota.”
2. Ketentuan Pasal 8 ditambah ketentuan baru menjadi Pasal 8 ayat (4), berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 8
(4) PPDP berkedudukan pada kantor PPS.”
3. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
- 4 -
“Pasal 21
(1) KPU Kabupaten/Kota melaksanakan tes dalam bentuk wawancara terhadap calon
Anggota PPK dan Anggota PPS paling lambat 14 (empat belas) hari pada bulan pertama
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).”
4. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 25
PPS memandu pengucapan sumpah/janji Anggota KPPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 paling lama 21 (dua puluh satu) hari
sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.”
5. Pada BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN ditambah ketentuan baru menjadi Pasal 56A,
berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 56A
(1) Dalam hal terdapat suatu daerah otonomi baru yang dibentuk setelah Pemilu belum
dibentuk KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota induk.
(2) Untuk membantu KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota induk dalam melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajibannya, dibentuk Sekretariat KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-perundangan.
6. Diantara BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN dan BAB X PENUTUP ditambah bab baru
menjadi BAB IXA KETENTUAN PERALIHAN, terdiri dari Pasal 56B, berbunyi sebagai
berikut :
“BAB IXA
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56B
Dengan berlakunya Peraturan ini :
a. KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan seleksi Anggota
PPK, PPS, dan KPPS sebelum Peraturan ini berlaku, dinyatakan sah dan berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang pada saat Peraturan ini berlaku
sedang dalam proses seleksi Anggota PPK, PPS, dan KPPS, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 63 Tahun
2009.”
Pasal II
Untuk memudahkan pemahaman terhadap Peraturan ini, Peraturan Komisi Pemilihan Umum,
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum
Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia
Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan ini, disusun
dalam satu naskah.
- 5 -
Pasal III
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Juni 2010

KETUA,

Ttd.

Prof. DR. H.A. HAFIZ ANSHARY AZ, M.A.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Juni 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

Ttd.

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 300

UU NO. 15 TAHUN 2011 " Tentang Penyelenggaraan PEMILU "




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2011

TENTANG

PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang        :  a.   bahwa penyelenggaraan pemilihan umum yang berkualitas diperlukan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.   bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilihan umum yang profesional serta mempunyai integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas;
c.   bahwa dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum perlu diganti;
d.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;

Mengingat          :  Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan       :  UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.   Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.   Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.   Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5.   Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis.
6.   Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu.
7.   Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi.
8.   Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
9.   Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.
10.  Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan.
11.  Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
13. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
14. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
16. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
17. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi.
18. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
19. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.
20. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
21. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
22. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.

BAB II
ASAS PENYELENGGARA PEMILU

Pasal 2
Penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas:
a.   mandiri;
b.   jujur;
c.   adil;
d.   kepastian hukum;
e.   tertib;
f.    kepentingan umum;
g.   keterbukaan;
h.   proporsionalitas;
i.    profesionalitas;
j.    akuntabilitas;
k.   efisiensi; dan
l.    efektivitas.

BAB III
KPU

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
(1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan. (3) Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan

Pasal 4
(1) KPU berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(2) KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pasal 5
(1) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh sekretariat.
(4) Tata kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.

Pasal 6
(1) Jumlah anggota:
a.   KPU sebanyak 7 (tujuh) orang;
b.   KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan
c.   KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.
(2) Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(3) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang sama.
(5) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
(7) Sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6), calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang baru harus sudah diajukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 7
(1) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai tugas:
a.   memimpin rapat pleno dan seluruh kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b.   bertindak untuk dan atas nama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar dan ke dalam;
c.   memberikan keterangan resmi tentang kebijakan dan kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
d.   menandatangani seluruh peraturan dan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada rapat pleno.

Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban

Paragraf 1
KPU

Pasal 8
(1) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a.   merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b.   menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
d.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan Pemilu;
e.   menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
f.    memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g.   menetapkan peserta Pemilu;
h.   menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i.    membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k.   menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
l.    mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;
m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
n.   menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
o.   mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
p.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
q.   menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
r.    melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
s.   melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a.   merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b.   menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
d.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
e.   menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g.   menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan;
h.   menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i.    membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j.    menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k.   mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita acaranya;
l.    menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
m. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
n.   mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
o.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
p.   menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
q.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
r.    melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota meliputi:
a.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
b.   mengoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan;
c.   melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan;
d.   menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e.   mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f.    melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu;
b.   memperlakukan peserta Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan gubernur dan bupati/walikota secara adil dan setara;
c.   menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d.   melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.   mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);
f.    mengelola barang inventaris KPU berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.   menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Bawaslu;
h.   membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU yang ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU;
i.    menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengucapan sumpah/janji pejabat;
j.    menyediakan data hasil Pemilu secara nasional;
k.   melaksanakan keputusan DKPP; dan
l.    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
KPU Provinsi

Pasal 9
(1) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a.   menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu di provinsi;
b.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh KPU Kabupaten/Kota;
d.   menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
e.   memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f.    menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
g.   melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota;
h.   membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
i.    menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan mengumumkannya;
j.    mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di provinsi yang bersangkutan dan membuat berita acaranya;
k.   menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
l.    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
m. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
n.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
o.   melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a.   menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh KPU Kabupaten/Kota;
d.   memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
e.   menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
f.    melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
g.   membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
h.   menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
i.    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
j.    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
k.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
l.    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau peraturan perundang-undangan.
(3) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur meliputi:
a.   merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilihan gubernur;
b.   menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
c.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
e.   menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur;
f.    memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g.   menetapkan calon gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
h.   menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i.    membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
j.    menetapkan dan mengumumkan hasil pemilihan gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan gubernur dari seluruh KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
k.   menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil pemilihan gubernur dan mengumumkannya;
l.    mengumumkan calon gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil pemilihan gubernur kepada KPU;
n.   menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran pemilihan;
o.   mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
p.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q.   melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r.    memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
s.   melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan gubernur;
t.    menyampaikan laporan mengenai hasil pemilihan gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; dan
u.   melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau peraturan perundang-undangan.
(4) KPU Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b.   memperlakukan peserta Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur, bupati, dan walikota secara adil dan setara;
c.   menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.   menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU;
f.    mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI;
g.   mengelola barang inventaris KPU Provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h.   menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan dengan tembusan kepada Bawaslu;
i.    membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi yang ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Provinsi;
j.    menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilu di tingkat provinsi;
k.   melaksanakan keputusan DKPP; dan
l.    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota

Pasal 10
(1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a.   menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d.   mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e.   menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g.   menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK;
i.    membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
j.    menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
k.   mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan dan membuat berita acaranya;
l.    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
m. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
n.   menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
o.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
p.   melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a.   menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d.   mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f.    menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
g.   melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h.   membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
i.    menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
j.    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
k.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
l.    melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan.
(3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota meliputi:
a.   merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilihan bupati/walikota;
b.   menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan bupati/walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.   membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan gubernur serta pemilihan bupati/walikota dalam wilayah kerjanya;
e.   mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
f.    menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota;
g.   memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
h.   menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
i.    menetapkan calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan;
j.    menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati/walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;
k.   membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
l.    menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil pemilihan bupati/walikota dan mengumumkannya;
m. mengumumkan calon bupati/walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
n.   melaporkan hasil pemilihan bupati/walikota kepada KPU melalui KPU Provinsi;
o.   menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran pemilihan;
p.   mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
q.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
r.    melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
s.   melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota;
t.    menyampaikan hasil pemilihan bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; dan
u.   melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b.   memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur, bupati, dan walikota secara adil dan setara;
c.   menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d.   melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.   menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f.    mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota dan lembaga kearsipan Kabupaten/Kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI;
g.   mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h.   menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
i.    membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota;
j.    menyampaikan data hasil pemilu dari tiap-tiap TPS pada tingkat kabupaten/kota kepada peserta pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di kabupaten/kota;
k.   melaksanakan keputusan DKPP; dan
l.    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Persyaratan

Pasal 11
Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah:
a.   warga negara Indonesia;
b.   pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
c.   setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d.   mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e.   memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu;
f.    berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan paling rendah SLTA atau sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
g.   berdomisili di wilayah Republik Indonesia bagi anggota KPU dan di wilayah provinsi yang bersangkutan bagi anggota KPU Provinsi, serta di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan bagi anggota KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk;
h.   mampu secara jasmani dan rohani;
i.    mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon;
j.    tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k.   bersedia bekerja penuh waktu;
l.    bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dan
m. tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.

Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian

Paragraf 1
KPU

Pasal 12
(1) Presiden membentuk keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membantu Presiden untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
(4) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a.   memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik;
b.   memiliki kredibilitas dan integritas;
c.   memahami permasalahan Pemilu; dan
d.   memiliki kemampuan dalam melakukan rekrutmen dan seleksi
(5) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
(6) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU.
(7) Komposisi tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(8) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU.

Pasal 13
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a.   mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU pada media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional;
b.   menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU;
c.   melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU;
d.   mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU;
e.   melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f.    melakukan tes kesehatan;
g.   melakukan serangkaian tes psikologi;
h.   mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i.    melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat;
j.    menetapkan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU dalam rapat pleno; dan
k.   menyampaikan 14 (empat belas) nama calon anggota KPU kepada Presiden.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
(5) Tim seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14
(1) Presiden mengajukan 14 (empat belas) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota KPU kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU.
(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU.

Pasal 15
(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh) calon anggota KPU peringkat teratas dari 14 (empat belas) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) sebagai calon anggota KPU terpilih.
(4) Dalam hal tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota KPU sejumlah 2 (dua) kali nama calon anggota KPU yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
(5) Penolakan terhadap bakal calon anggota KPU oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
(6) Pengajuan kembali bakal calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.
(7) Pemilihan calon anggota KPU yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.
(8) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden.

Pasal 16
(1) Presiden mengesahkan calon anggota KPU terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (8) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 7 (tujuh) nama anggota KPU terpilih.
(2) Pengesahan calon anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Paragraf 2
KPU Provinsi

Pasal 17
(1) KPU membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU Provinsi pada setiap provinsi.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Provinsi.
(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Provinsi.
(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno KPU.

Pasal 18
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a.   mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Provinsi pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal;
b.   menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Provinsi;
c.   melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi;
d.   mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi;
e.   melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f.    melakukan tes kesehatan;
g.   melakukan serangkaian tes psikologi;
h.   mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i.    melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat;
j.    menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi dalam rapat pleno; dan
k.   menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi kepada KPU.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.

Pasal 19
(1) Tim seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi hasil seleksi kepada KPU.
(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU Provinsi.

Pasal 20
(1) KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
(2) KPU memilih calon anggota KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.
(3) KPU menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Provinsi dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sebagai anggota KPU Provinsi terpilih.
(4) Anggota KPU Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan KPU.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.

Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota

Pasal 21
(1) KPU Provinsi membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.
(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU kabupaten/kota dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi.

Pasal 22
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a.   mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal;
b.   menerima pendaftaran bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
c.   melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
d.   mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
e.   melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f.    melakukan tes kesehatan;
g.   melakukan serangkaian tes psikologi;
h.   mengumumkan nama daftar bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i.    melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat;
j.    menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno; dan
k.   menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota kepada KPU Provinsi.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah terbentuk.

Pasal 23
(1) Tim seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota hasil seleksi kepada KPU Provinsi.
(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 24
(1) KPU Provinsi melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
(2) KPU Provinsi memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.
(3) KPU Provinsi menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Kabupaten/Kota peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih.
(4) Anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.

Paragraf 4
Sumpah/Janji

Pasal 25
(1) Pelantikan anggota KPU dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU.
(3) Pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU Provinsi.

Pasal 26
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.”

Paragraf 5
Pemberhentian

Pasal 27
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena:
a.   meninggal dunia;
b.   mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima;
c.   berhalangan tetap lainnya; atau
d.   diberhentikan dengan tidak hormat.
(2) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila:
a.   tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b.   melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik;
c.   tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa alasan yang sah;
d.   dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e.   dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu;
f.    tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas; atau
g.   melakukan perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam mengambil keputusan dan penetapan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan diberhentikan dengan tidak hormat diwajibkan mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2 (dua) kali lipat dari yang diterima.
(4) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a.   anggota KPU oleh Presiden;
b.   anggota KPU Provinsi oleh KPU; dan
c.   anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi.
(5) Penggantian antarwaktu anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a.   anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b.   anggota KPU Provinsi digantikan oleh calon anggota KPU Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU; dan
c.   anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU Provinsi.

Pasal 28
(1) Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan/atau huruf g didahului dengan verifikasi oleh DKPP atas:
a.   pengaduan secara tertulis dari Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan pemilih; dan/atau
b.   rekomendasi dari DPR.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
(3) Dalam hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh DKPP diatur lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.
(5) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 29
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara karena:
a.   menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b.   menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c.   memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan berhenti dengan Undang-Undang ini.

Bagian Keenam
Mekanisme Pengambilan Keputusan

Pasal 30
Pengambilan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno.

Pasal 31
(1) Jenis rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 adalah:
a.   rapat pleno tertutup; dan
b.   rapat pleno terbuka.
(2) Rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilu dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno terbuka.

Pasal 32
(1) Rapat pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota KPU yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 33
(1) Rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 34
(1) Dalam hal tidak tercapai kuorum, khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu ditunda selama 3 (tiga) jam.
(2) Dalam hal rapat pleno telah ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tetap tidak tercapai kuorum, rapat pleno dilanjutkan tanpa memperhatikan kuorum.
(3) Khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu tidak dilakukan pemungutan suara.

Pasal 35
(1) Undangan dan agenda rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.
(2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KPU, Ketua KPU Provinsi, dan Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Apabila ketua berhalangan, rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.
(4) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan dukungan teknis dan administratif dalam rapat pleno.

Pasal 36
(1) Ketua wajib menandatangani penetapan hasil Pemilu yang diputuskan dalam rapat pleno dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(2) Dalam hal penetapan hasil Pemilu tidak ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah satu anggota menandatangani penetapan hasil Pemilu.
(3) Dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang menandatangani penetapan hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil Pemilu dinyatakan sah dan berlaku.

Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban

Pasal 37
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU:
a.   dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.   dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditembuskan kepada Bawaslu.

Pasal 38
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Provinsi bertanggung jawab kepada KPU.
(2) KPU Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU.
(3) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 39
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada KPU Provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Kedelapan
Panitia Pemilihan

Paragraf 1
PPK

Pasal 40
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan, dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.

Pasal 41
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota.

Pasal 42
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a.   membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap;
b.   membantu KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
c.   melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
d.   menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e.   mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh PPS di wilayah kerjanya;
f.    melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;
g.   mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h.   menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta Pemilu;
i.    membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota;
j.    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan;
k.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
l.    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat;
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
n.   melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
PPS

Pasal 43
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan, dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara dimaksud.

Pasal 44
(1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan dan badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan.

Pasal 45
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a.   membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b.   membentuk KPPS;
c.   mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
d.   mengumumkan daftar pemilih;
e.   menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara;
f.    melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara;
g.   menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada huruf f untuk menjadi daftar pemilih tetap;
h.   mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
i.    menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;
j.    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK;
k.   mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
l.    melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf k dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu dan pengawas Pemilu;
m. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
n.   menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh peserta Pemilu;
o.   membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK;
p.   menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
q.   meneruskan kotak suara dari setiap PPS kepada PPK pada hari yang sama setelah rekapitulasi hasil penghitungan suara dari setiap TPS;
r.    menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan;
s.   melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
t.    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat;
u.   membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara;
v.   melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
w. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
KPPS

Pasal 46
(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Pasal 47
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a.   mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS;
b.   menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan;
c.   melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d.   mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e.   menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f.    menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
g.   membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS;
h.   menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i.    menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;
j.    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
k.   melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai ketentuan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4
PPLN

Pasal 48
(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
(2) Anggota PPLN berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari wakil masyarakat Indonesia.
(3) Anggota PPLN diangkat dan diberhentikan oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik Indonesia sesuai dengan wilayah kerjanya.
(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Pasal 49
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:
a.   membantu KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b.   membentuk KPPSLN;
c.   mengumumkan daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan data pemilih atas dasar masukan dari masyarakat Indonesia di luar negeri, mengumumkan daftar pemilih hasil perbaikan, serta menetapkan daftar pemilih tetap;
d.   menyampaikan daftar pemilih warga negara Republik Indonesia kepada KPU;
e.   melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU;
f.    melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN dalam wilayah kerjanya;
g. mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;
h.   menyerahkan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU;
i.    menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara;
j.    melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
k.   melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPLN kepada masyarakat Indonesia di luar negeri;
l.    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
KPPSLN

Pasal 50
(1) Anggota KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPSLN diangkat dan diberhentikan oleh ketua PPLN atas nama Ketua KPU.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPSLN wajib dilaporkan kepada KPU.
(4) Susunan keanggotaan KPPSLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Pasal 51
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPSLN meliputi:
a.   mengumumkan daftar pemilih tetap di TPSLN;
b.   menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
c.   melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPSLN;
d.   mengumumkan hasil penghitungan suara di TPSLN;
e.   menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Luar Negeri, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f.    mengamankan kotak suara setelah penghitungan suara;
g.   membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
h.   menyerahkan hasil penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPLN;
i.    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; dan
j.    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52
Uraian tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU.

Paragraf 6
Persyaratan

Pasal 53
Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN meliputi:
a.   warga negara Indonesia;
b.   berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
c.   setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d.   mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e.   tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
f.    berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
g.   mampu secara jasmani dan rohani;
h.   berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat untuk PPK, PPS, dan PPLN; dan
i.    tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Paragraf 7
Sumpah/Janji

Pasal 54
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota PPK/PPS/KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.”

Bagian Kesembilan
Kesekretariatan

Paragraf 1
Susunan

Pasal 55
Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, dibentuk Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 56
(1) Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.
(2) Pegawai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada dalam satu kesatuan manajemen kepegawaian.

Pasal 57
(1) Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal KPU adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon Sekretaris Jenderal KPU diusulkan oleh KPU sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden.
(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Presiden memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal KPU dari calon yang diajukan oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Sekretaris Jenderal KPU bertanggung jawab kepada Ketua KPU.

Pasal 58
(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh sekretaris KPU Provinsi.
(2) Sekretaris KPU Provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.
(4) Sekretaris Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang sekretaris KPU Provinsi dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
(5) Sekretaris KPU Provinsi bertanggung jawab kepada ketua KPU Provinsi.

Pasal 59
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh sekretaris KPU Kabupaten/ Kota.
(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.
(4) Sekretaris Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang sekretaris KPU Kabupaten/ Kota dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
(5) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada ketua KPU Kabupaten/Kota.


Pasal 60
Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan KPU.

Pasal 61
Di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62
Struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU setelah berkonsultasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 63
Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU.

Pasal 64
Pengisian jabatan dalam struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU.

Paragraf 2
Tugas dan Wewenang

Pasal 65
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota masing-masing melayani KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 66
(1) Sekretariat Jenderal KPU bertugas:
a.   membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b.   memberikan dukungan teknis administratif;
c.   membantu pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu;
d.   membantu perumusan dan penyusunan rancangan peraturan dan keputusan KPU;
e.   memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa Pemilu;
f.    membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU; dan
g.   membantu pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat Jenderal KPU berwenang:
a.   mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b.   mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.   mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan KPU; dan
d.   memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat Jenderal KPU berkewajiban:
a.   menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b.   memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c.   mengelola barang inventaris KPU.
(4) Sekretariat Jenderal KPU bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 67
(1) Sekretariat KPU Provinsi bertugas:
a.   membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b.   memberikan dukungan teknis administratif;
c.   membantu pelaksanaan tugas KPU Provinsi dalam menyelenggarakan Pemilu;
d.   membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
e.   membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Provinsi;
f.    memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa pemilihan gubernur;
g.   membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Provinsi; dan
h.   membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Provinsi berwenang:
a.   mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan pemilihan gubernur berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b.   mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c.   memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Provinsi berkewajiban:
a.   menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b.   memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c.   mengelola barang inventaris KPU Provinsi.
(4) Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertugas:
a.   membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b.   memberikan dukungan teknis administratif;
c.   membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
d.   membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur;
e.   membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota;
f.    memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa pemilihan bupati/walikota;
g.   membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Kabupaten/Kota; dan
h.   membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berwenang:
a.   mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b.   mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c.   memberikan layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a.   menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
b.   memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c.   mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota.
(4) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PENGAWAS PEMILU

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 69
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Bawaslu dan Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.

Pasal 70
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.

Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan

Pasal 71
(1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Bawaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(4) Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(5) Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.
(6) Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 72
(1) Keanggotaan Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan pengawasan penyelenggaraan Pemilu.
(2) Jumlah anggota:
a.   Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
b.   Bawaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang;
c.   Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang;
d.   Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(3) Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa atau nama lain/kelurahan paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 5 (lima) orang yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan sebaran TPS.
(4) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu.
(6) Ketua Bawaslu Provinsi, ketua Panwaslu Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan dipilih dari dan oleh anggota.
(7) Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.
(8) Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
(9) Masa keanggotaan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.

Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban

Paragraf 1
Badan Pengawas Pemilu

Pasal 73
(1) Bawaslu menyusun standar tata laksana kerja pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan.
(2) Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis.
(3) Tugas Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.   mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1.   perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;
2.   perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;
3.   pelaksanaan penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4.   sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
5.   pelaksanaan tugas pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.   mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1.   pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;
2.   penetapan peserta Pemilu;
3.   proses pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan calon gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4.   pelaksanaan kampanye;
5.   pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
6.   pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
7.   pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
8.   pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota;
9.   proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
10.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
11.   pelaksanaan putusan pengadilan terkait dengan Pemilu;
12.   pelaksanaan putusan DKPP; dan
13.   proses penetapan hasil Pemilu.
c.   mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu dan ANRI;
d.   memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang;
e.   mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu;
f.    evaluasi pengawasan Pemilu;
g.   menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu; dan
h.   melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bawaslu berwenang:
a.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
b.   menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;
c.   menyelesaikan sengketa Pemilu;
d.   membentuk Bawaslu Provinsi;
e.   mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan
f.    melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Tata cara dan mekanisme penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dan sengketa Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diatur dalam undang-undang yang mengatur Pemilu.

Pasal 74
Bawaslu berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;
c.   menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d.   menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan
e.   melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Bawaslu Provinsi

Pasal 75
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi yang meliputi:
1.   pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2.   pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pencalonan gubernur;
3.   proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan calon gubernur;
4.   penetapan calon gubernur;
5.   pelaksanaan kampanye;
6.   pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8.   pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9.   proses rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
10.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
11.   proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan pemilihan gubernur;
b.   mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan ANRI;
c.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d.   menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e.   meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f.    menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi;
g.   mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h.   mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i.    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a.   memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b.   memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.

Pasal 76
Bawaslu Provinsi berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya;
c.   menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d.   menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e.   menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat provinsi; dan
f.    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota

Pasal 77
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/Kota adalah:
a.   mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi:
1.   pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2.   pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan bupati/walikota;
3.   proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan calon bupati/walikota;
4.   penetapan calon bupati/walikota;
5.   pelaksanaan kampanye;
6.   pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7.   pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8.   mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
9.   pergerakan surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
10.   proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh kecamatan;
11.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
12.   proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pemilihan bupati/walikota;
b.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c.   menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d.   menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e.   meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f.    menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
g.   mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h.   mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i.    melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota dapat:
a.   memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b.   memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.

Pasal 78
Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di bawahnya;
c.   menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d.   menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e.   menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota; dan
f.    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan

Pasal 79
Tugas dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:
a.   mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan yang meliputi:
1.   pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2.   pelaksanaan kampanye;
3.   logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
4.   pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu;
5.   pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6.   proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan
7.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.   menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
d.   meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e.   mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu;
f.    memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dan
g.   melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 80
Panwaslu Kecamatan berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan;
c.   menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;
d.   menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
e.   melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan

Pasal 81
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a.   mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang meliputi:
1.   pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
2.   pelaksanaan kampanye;
3.   logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
4.   pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
5.   pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6.   pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7.   pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.   meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d.   menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e.   memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f.    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.

Pasal 82
Pengawas Pemilu Lapangan berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
c.   menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
d.   menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Panwaslu Kecamatan; dan
e.   melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.

Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri

Pasal 83
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah:
a.   mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri yang meliputi:
1.   pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan daftar pemilih tetap;
2.   pelaksanaan kampanye;
3.   logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
4.   pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPSLN;
5.   proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPLN dari seluruh TPSLN;
6.   pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPSLN;
7.   pengumuman hasil penghitungan suara dari TPSLN yang ditempelkan di sekretariat PPLN;
8.   pergerakan surat suara dari TPSLN sampai ke PPLN; dan
9.   pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b.   menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.   meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d.   menyampaikan temuan dan laporan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti;
e.   memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f.    mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g.   melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.

Pasal 84
Pengawas Pemilu Luar Negeri berkewajiban:
a.   bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.   menyampaikan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri;
c.   menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPLN dan KPPSLN yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di luar negeri;
d.   menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada Bawaslu; dan
e.   melaksanakan kewajiban lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.

Bagian Keempat
Persyaratan

Pasal 85
Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a.   warga negara Indonesia;
b.   pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon angota Bawaslu, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
c.   setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d.   mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e.   memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu;
f.    berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dan berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
g.   berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang bersangkutan untuk anggota Bawaslu Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk;
h.   mampu secara jasmani dan rohani.
i.    mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon;
j.    tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k.   bersedia bekerja penuh waktu;
l.    bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dan
m. tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.

Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian

Paragraf 1
Bawaslu

Pasal 86
Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 selain menyeleksi calon anggota KPU juga menyeleksi calon anggota Bawaslu pada saat bersamaan.

Pasal 87
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a.   mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu pada media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional; b. menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu; c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi;
h.   mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i.    melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat; j. menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu kepada Presiden.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
(5) Tim seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 88
(1) Presiden mengajukan 10 (sepuluh) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota Bawaslu kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu.
(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu.

Pasal 89
(1) Proses pemilihan anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu dari Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) calon anggota Bawaslu peringkat teratas dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) sebagai calon anggota Bawaslu terpilih.
(4) Dalam hal tidak ada calon anggota Bawaslu yang terpilih atau calon anggota Bawaslu terpilih kurang dari 5 (lima) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk mengajukan kembali bakal calon anggota Bawaslu sejumlah 2 (dua) kali nama calon anggota Bawaslu yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
(5) Penolakan terhadap bakal calon anggota Bawaslu oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
(6) Pengajuan kembali bakal calon anggota Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.
(7) Pemilihan calon anggota Bawaslu yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.
(8) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden.

Pasal 90
(1) Presiden mengesahkan calon anggota Bawaslu terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya 5 (lima) nama anggota Bawaslu terpilih.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 91
(1) Untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerja masing-masing.
(2) Untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan gubernur, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur di wilayah kerja masing-masing.
(3) Untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota di wilayah kerja masing-masing.

Paragraf 2
Bawaslu Provinsi

Pasal 92
(1) Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi pada setiap provinsi.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu Provinsi.
(5) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.
(7) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota Bawaslu Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(8) Penetapan anggota tim seleksi oleh Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat pleno Bawaslu.

Pasal 93
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a.   mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu Provinsi pada media massa cetak harian dan media massa elektronik lokal;
b.   menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
c.   melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
d.   mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
e.   melakukan seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f.    melakukan tes kesehatan;
g.   melakukan serangkaian tes psikologi;
h.   mengumumkan nama daftar bakal calon anggota Bawaslu Provinsi yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i.    melakukan wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat;
j.    menetapkan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi dalam rapat pleno; dan
k.   menyampaikan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi kepada Bawaslu.
(4)  Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.

Pasal 94
(1) Tim seleksi mengajukan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi hasil seleksi kepada Bawaslu.
(2) Penyampaian nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu Provinsi.

Pasal 95
(1) Bawaslu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1).
(2) Bawaslu memilih calon anggota Bawaslu Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Bawaslu menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas dari 6 (enam) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) sebagai anggota Bawaslu Provinsi terpilih.
(4) Anggota Bawaslu Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.

Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri

Pasal 96
(1) Anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota diseleksi dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.
(2) Anggota Panwaslu Kecamatan diseleksi dan ditetapkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota.
(3) Anggota Pengawas Pemilu Lapangan diseleksi dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu Kecamatan.
(4) Anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Bawaslu atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
(5) Tata cara seleksi dan penetapan calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bawaslu.
(6) Tata cara pembentukan dan penetapan calon anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bawaslu.

Paragraf 4
Sumpah/Janji

Pasal 97
(1) Pelantikan anggota Bawaslu dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.
(3) Pelantikan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.


Pasal 98
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengucapkan sumpah/janji. (2) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu/Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan/ Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.”

Paragraf 5
Pemberhentian

Pasal 99
(1) Anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri berhenti antarwaktu karena:
a.   meninggal dunia;
b.   mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima;
c.   berhalangan tetap lainnya; atau
d.   diberhentikan dengan tidak hormat.
(2)  Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila:
a.   tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan;
b.   melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik;
c.   tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa alasan yang sah;
d.   dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e.   dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu; atau
f.    tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang dapat diterima.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a.   anggota Bawaslu oleh Presiden;
b.   anggota Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.
(4) Penggantian antarwaktu anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a.   anggota Bawaslu, digantikan oleh calon anggota Bawaslu urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b.   anggota Bawaslu Provinsi, digantikan oleh calon anggota Bawaslu Provinsi urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu;
c.   anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi;
d.   anggota Panwaslu Kecamatan, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kecamatan urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
e.   anggota Pengawas Pemilu Lapangan, digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu Lapangan lainnya yang ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan
f.    anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri lainnya yang ditetapkan oleh Bawaslu atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 100
(1) Pemberhentian anggota Bawaslu dan Bawaslu Provinsi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh DKPP atas pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.
(2) Pemberhentian anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan pengawas pemilu luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh pengawas satu tingkat di atasnya berdasarkan pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.
(3) Dalam proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
(4) Dalam hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.

Pasal 101
(1) Tata cara pengaduan, pembelaan, dan pengambilan putusan oleh DKPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diatur lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.
(2) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 102
(1) Anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri diberhentikan sementara karena:
a.   menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b.   menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c.   memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (4).
(2) Dalam hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(3) Dalam hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan rehabilitasi nama anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir dan tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan berhenti dengan Undang-Undang ini.

Bagian Keenam
Pertanggungjawaban dan Pelaporan

Pasal 103
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu:
a.   dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.   dalam hal pengawasan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan pengawasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada KPU.

Pasal 104
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Bawaslu Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Bawaslu Provinsi menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 105
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi.
(2) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada Bawaslu Provinsi.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Ketujuh
Kesekretariatan

Pasal 106
(1) Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu, dibentuk Sekretariat Jenderal Bawaslu yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal Bawaslu.
(2) Sekretaris Jenderal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon Sekretaris Jenderal Bawaslu diusulkan oleh Bawaslu kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal, Bawaslu harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Presiden memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal Bawaslu dari 3 (tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Sekretaris Jenderal Bawaslu bertanggung jawab kepada Ketua Bawaslu.

Pasal 107
(1) Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dibentuk sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan sekretariat Panwaslu Kecamatan.
(2) Sekretariat Bawaslu Provinsi dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dipimpin oleh kepala sekretariat.
(3) Kepala sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kepala sekretariat Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi dan kepala sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.

Pasal 108
Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan sekretariat Panwaslu Kecamatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Bawaslu.

BAB V
DKPP

Pasal 109
(1) DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota negara.
(2) DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(3) DKPP dibentuk paling lama 2 (dua) bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu mengucapkan sumpah/janji.
(4) DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a.   1 (satu) orang unsur KPU;
b.   1 (satu) orang unsur Bawaslu;
c.   1 (satu) orang utusan masing-masing partai politik yang ada di DPR;
d.   1 (satu) orang utusan Pemerintah;
e.   4 (empat) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau 5 (lima) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap.
(5) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d berjumlah 4 (empat) orang, Presiden dan DPR masing-masing mengusulkan 2 (dua) orang.
(6) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d berjumlah 5 (lima) orang, Presiden mengusulkan 2 (dua) orang dan DPR mengusulkan 3 (tiga) orang.
(7) Pengajuan usul keanggotaan DKPP dari setiap unsur disampaikan kepada Presiden.
(8) DKPP terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(9) Ketua DKPP dipilih dari dan oleh anggota DKPP.
(10) Masa tugas keanggotaan DKPP adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat dilantiknya anggota DKPP yang baru.
(11) Setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antarwaktu berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan masing-masing unsur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(12) Pembentukan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 110
(1) DKPP menyusun dan menetapkan satu kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DKPP dapat mengikutsertakan pihak lain.
(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan DKPP paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 111
(1) DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Penyelenggara Pemilu.
(2) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu diadukan melanggar kode etik Penyelenggara Pemilu, anggota yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu berhenti sementara.
(3) Tugas DKPP meliputi:
a.   menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;
b.   melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;
c.   menetapkan putusan; dan
d.   menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
(4) DKPP mempunyai wewenang untuk:
a.   memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;
b.   memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan
c.   memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik.

Pasal 112
(1) Pengaduan tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu diajukan secara tertulis oleh Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP.
(2) DKPP melakukan verifikasi dan penelitian administrasi terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) DKPP menyampaikan panggilan pertama kepada Penyelenggara Pemilu 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.
(4) Dalam hal Penyelenggara Pemilu yang diadukan tidak memenuhi panggilan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DKPP menyampaikan panggilan kedua 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.
(5) Dalam hal DKPP telah 2 (dua) kali melakukan panggilan dan Penyelenggara Pemilu tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, DKPP dapat segera membahas dan menetapkan putusan tanpa kehadiran Penyelenggara Pemilu yang bersangkutan.
(6) Penyelenggara Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain.
(7) Pengadu dan Penyelenggara Pemilu yang diadukan dapat menghadirkan saksi-saksi dalam sidang DKPP.
(8) Di hadapan sidang DKPP, pengadu atau Penyelenggara Pemilu yang diadukan diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduan atau pembelaan, sedangkan saksi-saksi dan/atau pihak-pihak lain yang terkait dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lainnya.
(9) DKPP menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi-saksi, serta memperhatikan bukti-bukti.
(10) Putusan DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP.
(11) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.
(12) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat.
(13) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN wajib melaksanakan putusan DKPP.

Pasal 113
(1)  Apabila dipandang perlu, DKPP dapat menugaskan anggotanya ke daerah untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu di daerah.
(2)  Pengambilan putusan terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rapat Pleno DKPP.

Pasal 114
Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme dan tata cara pelaksanaan tugas DKPP, serta tata beracara diatur dalam Peraturan DKPP. Pasal 115 Dalam melaksanakan tugasnya, DKPP dibantu oleh sekretariat yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu.

BAB VI
KEUANGAN

Pasal 116
(1) Anggaran belanja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, DKPP, Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, sekretariat KPU Kabupaten/Kota, Sekretariat Jenderal Bawaslu, dan sekretariat Bawaslu Provinsi bersumber dari APBN.
(2) Pendanaan penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden wajib dianggarkan dalam APBN.
(3) Sekretaris Jenderal KPU mengoordinasikan pendanaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN.
(4) Sekretaris Jenderal Bawaslu mengoordinasikan pendanaan pengawasan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(5) Pendanaan penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota wajib dianggarkan dalam APBD.

Pasal 117
Anggaran penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD wajib dicairkan sesuai dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Pasal 118
Kedudukan keuangan anggota KPU, Bawaslu, DKPP, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu Provinsi diatur dalam Peraturan Presiden.

BAB VII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PENYELENGGARA PEMILU

Pasal 119
(1) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU membentuk peraturan KPU dan keputusan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk keputusan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(4) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

Pasal 120
(1) Untuk pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu membentuk peraturan Bawaslu dan keputusan Bawaslu.
(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk pengawasan Pemilu, Bawaslu Provinsi membentuk keputusan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(4) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

Pasal 121
(1) Untuk menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan kode etik Penyelenggara Pemilu, DKPP membentuk peraturan DKPP dan keputusan DKPP.
(2) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(3) Peraturan DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

Pasal 122
(1) Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Pedoman Tata Laksana Penyelenggaraan Pemilu dibentuk dalam peraturan bersama antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.
(2) Peraturan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 123
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Penyelenggara Pemilu di provinsi yang bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri.

Pasal 124
Pembentukan tim seleksi untuk memilih calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota di daerah otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.

Pasal 125
Dalam hal undang-undang mengenai penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota mengatur secara berbeda yang berkaitan dengan tugas Penyelenggara Pemilu, berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Pasal 126
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya, Penyelenggara Pemilu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.   penugasan personel pada sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan PPS;
b.   penyediaan sarana ruangan sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan PPS;
c.   pelaksanaan sosialisasi;
d.   kelancaran transportasi pengiriman logistik;
e.   monitoring kelancaran penyelenggaraan Pemilu; dan
f.    kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Pemilu.
(3) Kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilaksanakan setelah ada permintaan dari Penyelenggara Pemilu.
(4) Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat membantu pendanaan untuk kelancaran penyelenggaraan pemilihan gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 127
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU tidak dapat melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal KPU.
(2) Dalam hal KPU tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat mengambil langkah agar KPU dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya.

Pasal 128
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu.
(2) Dalam hal Bawaslu tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat segera mengambil langkah agar Bawaslu dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Bawaslu atau Bawaslu Provinsi.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 129
(1) Masa kerja anggota KPU dan anggota Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir sampai dengan pengucapan sumpah/janji anggota KPU dan anggota Bawaslu yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPU dan anggota Bawaslu yang masa tugasnya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, segala kewajiban dengan pihak lain yang belum selesai dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu tetap berlangsung dan dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang ini.
(4) Pembentukan tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu menurut Undang-Undang ini harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 130
(1) Keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
(2) Dalam hal keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur, masa keanggotaannya diperpanjang sampai dengan pelantikan gubernur terpilih dan pembentukan tim seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelantikan gubernur terpilih.

Pasal 131
(1) Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa keanggotaan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
(2) Dalam hal keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir masa tugasnya pada saat berlangsungnya tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota, masa keanggotaannya diperpanjang sampai dengan pelantikan bupati/walikota terpilih dan pembentukan tim seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelantikan bupati/walikota terpilih.

Pasal 132
(1) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota sedang berlangsung pada saat Undang-Undang ini diundangkan, panitia pengawas untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tetap melaksanakan tugasnya.
(2) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang akan berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan pengawas untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 133
(1) Proses peralihan status sekretaris KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, pegawai sekretariat KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota menjadi pegawai Sekretariat Jenderal KPU dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Proses peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan terlebih dahulu memberikan penawaran untuk memilih kepada para pegawai yang bersangkutan serta berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 134
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, ketentuan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang-undang yang baru.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 135
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 136
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 137
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 101


Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Ttd,
Wisnu Setiawan