UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
15 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARA
PEMILIHAN UMUM
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa penyelenggaraan pemilihan umum
yang berkualitas diperlukan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
dalam pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pemilihan umum yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik
masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilihan umum yang profesional serta
mempunyai integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas;
c. bahwa dalam rangka peningkatan kualitas
penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b, Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;
Mengingat : Pasal
1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan
Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati,
dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
5. Penyelenggara
Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi
Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan
Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung
oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara
demokratis.
6. Komisi
Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu.
7. Komisi
Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah
Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi.
8. Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah
Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
9. Panitia
Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk
oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau
nama lain.
10. Panitia
Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh
KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat desa atau nama
lain/kelurahan.
11. Panitia
Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk
oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
12. Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok
yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan
suara.
13. Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN,
adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di
tempat pemungutan suara luar negeri.
14. Tempat
Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya
pemungutan suara.
15. Tempat
Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat TPSLN, adalah tempat
dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
16. Badan
Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara
Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
17. Badan
Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah badan
yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di
wilayah provinsi.
18. Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota,
adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
19. Panitia
Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah
panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.
20. Pengawas
Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
21. Pengawas
Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
22. Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga
yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan
merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.
BAB
II
ASAS
PENYELENGGARA PEMILU
Pasal
2
Penyelenggara
Pemilu berpedoman pada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian
hukum;
e. tertib;
f. kepentingan
umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi;
dan
l. efektivitas.
BAB
III
KPU
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
3
(1) Wilayah
kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) KPU
menjalankan tugasnya secara berkesinambungan. (3) Dalam menyelenggarakan
Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan
tugas dan wewenangnya.
Bagian
Kedua
Kedudukan,
Susunan, dan Keanggotaan
Pasal
4
(1) KPU
berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(2) KPU
Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) KPU
Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Pasal
5
(1) KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis.
(2) KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat tetap.
(3) Dalam
menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh sekretariat.
(4) Tata
kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal
6
(1) Jumlah
anggota:
a. KPU
sebanyak 7 (tujuh) orang;
b. KPU
Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan
c. KPU
Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.
(2) Keanggotaan
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota dan anggota.
(3) Ketua
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap
anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang
sama.
(5) Komposisi
keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
(6) Masa
keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung
sejak pengucapan sumpah/janji.
(7) Sebelum
berakhirnya masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota yang baru harus sudah diajukan dengan memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal
7
(1) Ketua
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai tugas:
a. memimpin
rapat pleno dan seluruh kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. bertindak
untuk dan atas nama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar dan ke
dalam;
c. memberikan
keterangan resmi tentang kebijakan dan kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota; dan
d. menandatangani
seluruh peraturan dan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
bertanggung jawab kepada rapat pleno.
Bagian
Ketiga
Tugas,
Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf
1
KPU
Pasal
8
(1) Tugas
dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. merencanakan
program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b. menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih
dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
d. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan Pemilu;
e. menerima
daftar pemilih dari KPU Provinsi;
f. memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan
peserta Pemilu;
h. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di
setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan keputusan KPU untuk
mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k. menetapkan
dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
l. mengumumkan
calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan
membuat berita acaranya;
m. menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
n. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran
Pemilu;
o. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi,
anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat
Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi
Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU kepada masyarakat;
q. menetapkan
kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan
sumbangan dana kampanye;
r. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
s. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas dan wewenang KPU dalam
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. merencanakan
program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b. menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih
dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
d. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
e. menerima
daftar pemilih dari KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih
berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan
walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi
persyaratan;
h. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan
keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k. mengumumkan
pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita
acaranya;
l. menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
m. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilu;
n. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi,
anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat
Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
o. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU kepada masyarakat;
p. menetapkan
kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan
sumbangan dana kampanye;
q. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
r. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tugas
dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
meliputi:
a. menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih
dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
b. mengoordinasikan
dan memantau tahapan pemilihan;
c. melakukan
evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan;
d. menerima
laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
f. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) KPU
dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu;
b. memperlakukan
peserta Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan gubernur dan
bupati/walikota secara adil dan setara;
c. menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU dan Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI);
f. mengelola
barang inventaris KPU berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan
laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat
berita acara pada setiap rapat pleno KPU yang ditandatangani oleh ketua dan anggota
KPU;
i. menyampaikan
laporan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
dengan tembusan kepada Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
pengucapan sumpah/janji pejabat;
j. menyediakan
data hasil Pemilu secara nasional;
k. melaksanakan
keputusan DKPP; dan
l. melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
2
KPU
Provinsi
Pasal
9
(1) Tugas
dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan
program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu di provinsi;
b. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di provinsi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh KPU
Kabupaten/Kota;
d. menerima
daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
e. memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU
Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara;
g. melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah di provinsi yang bersangkutan dan
mengumumkannya berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara
di KPU Kabupaten/Kota;
h. membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
i. menerbitkan
keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi dan mengumumkannya;
j. mengumumkan
calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi terpilih sesuai dengan
alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di provinsi yang bersangkutan dan
membuat berita acaranya;
k. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya
dugaan pelanggaran Pemilu;
l. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi
yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
m. menyelenggarakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
n. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
o. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas
dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi:
a. menjabarkan
program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan di provinsi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
e. menerima
daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada KPU;
f. melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di
provinsi yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
g. membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
h. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya
dugaan pelanggaran Pemilu;
i. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi
yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
k. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
l. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau peraturan
perundang-undangan.
(3) Tugas
dan wewenang KPU Provinsi dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur meliputi:
a. merencanakan
program, anggaran, dan jadwal pemilihan gubernur;
b. menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS
dalam pemilihan gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
c. menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan
gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan
gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU;
e. menerima
daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan
gubernur;
f. memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan
calon gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
h. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan gubernur
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam
wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan KPU;
j. menetapkan
dan mengumumkan hasil pemilihan gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara pemilihan gubernur dari seluruh KPU Kabupaten/Kota dalam
wilayah provinsi yang bersangkutan dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
k. menerbitkan
keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil pemilihan gubernur dan
mengumumkannya;
l. mengumumkan
calon gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan
hasil pemilihan gubernur kepada KPU;
n. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya
dugaan pelanggaran pemilihan;
o. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi
yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q. melaksanakan
pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r. memberikan
pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan pemilihan
bupati/walikota sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
s. melakukan
evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan gubernur;
t. menyampaikan
laporan mengenai hasil pemilihan gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
Presiden, gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; dan
u. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau peraturan
perundang-undangan.
(4) KPU
Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan
peserta Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur,
bupati, dan walikota secara adil dan setara;
c. menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban
penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan
laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU;
f. mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Provinsi dan lembaga
kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI;
g. mengelola
barang inventaris KPU Provinsi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. menyampaikan
laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan dengan
tembusan kepada Bawaslu;
i. membuat
berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi yang ditandatangani oleh
ketua dan anggota KPU Provinsi;
j. menyediakan
dan menyampaikan data hasil Pemilu di tingkat provinsi;
k. melaksanakan
keputusan DKPP; dan
l. melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf
3
KPU
Kabupaten/Kota
Pasal
10
(1) Tugas
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
meliputi:
a. menjabarkan
program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal di kabupaten/kota;
b. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. membentuk
PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan
dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah
kerjanya;
e. menyampaikan
daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan
memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara rekapitulasi suara dan
sertifikat rekapitulasi suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi
hasil penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan
Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di
kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK;
i. membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
j. menerbitkan
keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
k. mengumumkan
calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai
dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di kabupaten/kota yang
bersangkutan dan membuat berita acaranya;
l. menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
m. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
n. menyelenggarakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
o. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
p. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau
peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan jadwal
di kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di kabupaten/kota
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh
PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data
pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan
suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
i. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota
atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
j. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai
sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang
berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu; dan
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan.
(3) Tugas
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
meliputi:
a. merencanakan
program, anggaran, dan jadwal pemilihan bupati/walikota;
b. menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
pemilihan bupati/walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU
Provinsi;
c. menyusun dan menetapkan pedoman
teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. membentuk
PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan gubernur serta pemilihan bupati/walikota
dalam wilayah kerjanya;
e. mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan
bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
f. menerima
daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota;
g. memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan
bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
h. menerima
daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan
menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
i. menetapkan
calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan;
j. menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati/walikota
berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan;
k. membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan KPU Provinsi;
l. menerbitkan
keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil pemilihan bupati/walikota
dan mengumumkannya;
m. mengumumkan
calon bupati/walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
n. melaporkan
hasil pemilihan bupati/walikota kepada KPU melalui KPU Provinsi;
o. menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan
adanya dugaan pelanggaran pemilihan;
p. mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dan/atau
yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
r. melaksanakan
tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan gubernur berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
s. melakukan
evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota;
t. menyampaikan
hasil pemilihan bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota; dan
u. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) KPU
Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berkewajiban:
a. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan
peserta Pemilu dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur,
bupati, dan walikota secara adil dan setara;
c. menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. menyampaikan
laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU
melalui KPU Provinsi;
f. mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota dan
lembaga kearsipan Kabupaten/Kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU
dan ANRI;
g. mengelola
barang inventaris KPU Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. menyampaikan
laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU dan KPU
Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
i. membuat
berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh
ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota;
j. menyampaikan
data hasil pemilu dari tiap-tiap TPS pada tingkat kabupaten/kota kepada peserta
pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di kabupaten/kota;
k. melaksanakan
keputusan DKPP; dan
l. melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau peraturan
perundang-undangan.
Bagian
Keempat
Persyaratan
Pasal
11
Syarat
untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah:
a. warga
negara Indonesia;
b. pada
saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon
anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
c. setia
kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai
integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. memiliki
pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu;
f. berpendidikan
paling rendah S-1 untuk calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan paling rendah SLTA
atau sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
g. berdomisili
di wilayah Republik Indonesia bagi anggota KPU dan di wilayah provinsi yang
bersangkutan bagi anggota KPU Provinsi, serta di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan bagi anggota KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda
penduduk;
h. mampu
secara jasmani dan rohani;
i. mengundurkan
diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan,
dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar
sebagai calon;
j. tidak
pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. bersedia
bekerja penuh waktu;
l. bersedia
tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dan
m. tidak
berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.
Bagian
Kelima
Pengangkatan
dan Pemberhentian
Paragraf
1
KPU
Pasal
12
(1) Presiden
membentuk keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas)
orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.
(2) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membantu Presiden untuk menetapkan
calon anggota KPU yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah dan
masyarakat.
(4) Anggota
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki
reputasi dan rekam jejak yang baik;
b. memiliki
kredibilitas dan integritas;
c. memahami
permasalahan Pemilu; dan
d. memiliki
kemampuan dalam melakukan rekrutmen dan seleksi
(5) Anggota
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
(6) Anggota
tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU.
(7) Komposisi
tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(8) Pembentukan
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Presiden dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa
keanggotaan KPU.
Pasal
13
(1) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk
memilih calon anggota KPU, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan
pendaftaran calon anggota KPU pada media massa cetak harian dan media massa
elektronik nasional;
b. menerima
pendaftaran bakal calon anggota KPU;
c. melakukan
penelitian administrasi bakal calon anggota KPU;
d. mengumumkan
hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU;
e. melakukan
seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f. melakukan
tes kesehatan;
g. melakukan
serangkaian tes psikologi;
h. mengumumkan
nama daftar bakal calon anggota KPU yang lulus seleksi tertulis, tes kesehatan,
dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;
i. melakukan
wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan
dan masukan masyarakat;
j. menetapkan
14 (empat belas) nama calon anggota KPU dalam rapat pleno; dan
k. menyampaikan
14 (empat belas) nama calon anggota KPU kepada Presiden.
(4) Tim
seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
(5) Tim
seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pasal
14
(1) Presiden
mengajukan 14 (empat belas) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota KPU
kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak diterimanya berkas calon anggota KPU.
(2) Penyampaian
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU.
Pasal
15
(1) Proses
pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon
anggota KPU dari Presiden.
(2) Dewan
Perwakilan Rakyat memilih calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan.
(3) Dewan
Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh) calon anggota KPU peringkat teratas dari
14 (empat belas) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) sebagai
calon anggota KPU terpilih.
(4) Dalam
hal tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU terpilih
kurang dari 7 (tujuh) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk
mengajukan kembali bakal calon anggota KPU sejumlah 2 (dua) kali nama calon
anggota KPU yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan
Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
(5) Penolakan
terhadap bakal calon anggota KPU oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
(6) Pengajuan
kembali bakal calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan
berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.
(7) Pemilihan
calon anggota KPU yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan
berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.
(8) Dewan
Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota KPU terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden.
Pasal
16
(1) Presiden
mengesahkan calon anggota KPU terpilih yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (8) paling lambat 5 (lima) hari
kerja sejak diterimanya 7 (tujuh) nama anggota KPU terpilih.
(2) Pengesahan
calon anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Paragraf
2
KPU
Provinsi
Pasal
17
(1) KPU
membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU Provinsi pada setiap
provinsi.
(2) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota
yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki
integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota
tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Provinsi.
(5) Tim
seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap
anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU
dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima)
bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Provinsi.
(7) Tata
cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU
Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(8) Penetapan
anggota tim seleksi oleh KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
melalui rapat pleno KPU.
Pasal
18
(1) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk
memilih calon anggota KPU Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan
pendaftaran calon anggota KPU Provinsi pada media massa cetak harian dan media
massa elektronik lokal;
b. menerima
pendaftaran bakal calon anggota KPU Provinsi;
c. melakukan
penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi;
d. mengumumkan
hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Provinsi;
e. melakukan
seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f. melakukan
tes kesehatan;
g. melakukan
serangkaian tes psikologi;
h. mengumumkan
nama daftar bakal calon anggota KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis, tes
kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
masyarakat;
i. melakukan
wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan
dan masukan masyarakat;
j. menetapkan
10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi dalam rapat pleno; dan
k. menyampaikan
10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi kepada KPU.
(4) Tim
seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
Pasal
19
(1) Tim
seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi hasil seleksi
kepada KPU.
(2) Penyampaian
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU Provinsi.
Pasal
20
(1) KPU
melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
(2) KPU
memilih calon anggota KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan.
(3) KPU
menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Provinsi dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sebagai anggota KPU Provinsi terpilih.
(4) Anggota
KPU Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan KPU.
(5) Proses
pemilihan dan penetapan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf
3
KPU
Kabupaten/Kota
Pasal
21
(1) KPU
Provinsi membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota KPU
Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.
(2) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota
yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki
integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota
tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
(5) Tim
seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap
anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5
(lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.
(7) Tata
cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota KPU
kabupaten/kota dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(8) Penetapan
anggota tim seleksi oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
melalui rapat pleno KPU Provinsi.
Pasal
22
(1) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk
memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota, tim seleksi melakukan tahapan
kegiatan:
a. mengumumkan
pendaftaran calon anggota KPU Kabupaten/Kota pada media massa cetak harian dan
media massa elektronik lokal;
b. menerima
pendaftaran bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
c. melakukan
penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
d. mengumumkan
hasil penelitian administrasi bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
e. melakukan
seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f. melakukan
tes kesehatan;
g. melakukan
serangkaian tes psikologi;
h. mengumumkan
nama daftar bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis,
tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
masyarakat;
i. melakukan
wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan
dan masukan masyarakat;
j. menetapkan
10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno; dan
k. menyampaikan
10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota kepada KPU Provinsi.
(4) Tim
seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah terbentuk.
Pasal
23
(1) Tim
seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota hasil
seleksi kepada KPU Provinsi.
(2) Penyampaian
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota KPU
Kabupaten/Kota.
Pasal
24
(1) KPU
Provinsi melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
(2) KPU
Provinsi memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan.
(3) KPU
Provinsi menetapkan 5 (lima) calon anggota KPU Kabupaten/Kota peringkat teratas
dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) sebagai
anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih.
(4) Anggota
KPU Kabupaten/Kota terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan KPU Provinsi.
(5) Proses
pemilihan dan penetapan anggota KPU Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan
dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf
4
Sumpah/Janji
Pasal
25
(1) Pelantikan
anggota KPU dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan
anggota KPU Provinsi dilakukan oleh KPU.
(3) Pelantikan
anggota KPU Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU Provinsi.
Pasal
26
(1) Sebelum
menjalankan tugas, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji
anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut:
“Demi
Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban
saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya dalam
menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur,
adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Paragraf
5
Pemberhentian
Pasal
27
(1) Anggota
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal
dunia;
b. mengundurkan
diri dengan alasan yang dapat diterima;
c. berhalangan
tetap lainnya; atau
d. diberhentikan
dengan tidak hormat.
(2) Anggota
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan dengan tidak hormat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila:
a. tidak
lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. melanggar
sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik;
c. tidak
dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
d. dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu;
f. tidak
menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali
berturut-turut tanpa alasan yang jelas; atau
g. melakukan
perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
dalam mengambil keputusan dan penetapan sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Anggota
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan
yang tidak dapat diterima dan diberhentikan dengan tidak hormat diwajibkan
mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2 (dua) kali lipat dari yang diterima.
(4) Pemberhentian
anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota
KPU oleh Presiden;
b. anggota
KPU Provinsi oleh KPU; dan
c. anggota
KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi.
(5) Penggantian
antarwaktu anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang berhenti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota
KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil
pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota
KPU Provinsi digantikan oleh calon anggota KPU Provinsi urutan peringkat
berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU; dan
c. anggota
KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota urutan
peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU Provinsi.
Pasal
28
(1) Pemberhentian
anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f,
dan/atau huruf g didahului dengan verifikasi oleh DKPP atas:
a. pengaduan
secara tertulis dari Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye,
masyarakat, dan pemilih; dan/atau
b. rekomendasi
dari DPR.
(2) Dalam proses pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
(3) Dalam
hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai anggota
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sampai dengan diterbitkannya
keputusan pemberhentian.
(4) Tata
cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) oleh DKPP diatur lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.
(5) Peraturan
DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji.
Pasal
29
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota diberhentikan sementara karena:
a. menjadi
terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
b. menjadi
terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c. memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3).
(2) Dalam
hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti
bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam
hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak
terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam
hal surat keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan
sendirinya anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan aktif
kembali.
(5) Dalam
hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak
terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan
rehabilitasi nama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
(6) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja.
(7) Dalam
hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir dan
tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan berhenti dengan
Undang-Undang ini.
Bagian
Keenam
Mekanisme
Pengambilan Keputusan
Pasal
30
Pengambilan
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat
pleno.
Pasal
31
(1) Jenis
rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 adalah:
a. rapat
pleno tertutup; dan
b. rapat
pleno terbuka.
(2) Rekapitulasi
penghitungan suara dan penetapan hasil Pemilu dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota dalam rapat pleno terbuka.
Pasal
32
(1) Rapat
pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota
KPU yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan
rapat pleno KPU sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang
anggota KPU yang hadir.
(3) Dalam
hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan
rapat pleno KPU diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal
33
(1) Rapat
pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan
rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
yang hadir.
(3) Dalam
hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan
rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diambil berdasarkan suara
terbanyak.
Pasal
34
(1) Dalam
hal tidak tercapai kuorum, khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu ditunda selama 3 (tiga) jam.
(2) Dalam
hal rapat pleno telah ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tetap
tidak tercapai kuorum, rapat pleno dilanjutkan tanpa memperhatikan kuorum.
(3) Khusus
rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil
Pemilu tidak dilakukan pemungutan suara.
Pasal
35
(1) Undangan
dan agenda rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.
(2) Rapat
pleno dipimpin oleh Ketua KPU, Ketua KPU Provinsi, dan Ketua KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Apabila
ketua berhalangan, rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.
(4) Sekretaris
Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota wajib
memberikan dukungan teknis dan administratif dalam rapat pleno.
Pasal
36
(1) Ketua
wajib menandatangani penetapan hasil Pemilu yang diputuskan dalam rapat pleno
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(2) Dalam
hal penetapan hasil Pemilu tidak ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah satu anggota menandatangani penetapan
hasil Pemilu.
(3) Dalam
hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang
menandatangani penetapan hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil Pemilu
dinyatakan sah dan berlaku.
Bagian
Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal
37
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, KPU:
a. dalam
hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam
hal penyelenggaraan seluruh tahapan Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik dalam
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditembuskan kepada Bawaslu.
Pasal
38
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, KPU Provinsi bertanggung jawab kepada KPU.
(2) KPU
Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara
periodik kepada KPU.
(3) KPU
Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan
gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal
39
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.
(2) KPU
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara
periodik kepada KPU Provinsi.
(3) KPU
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan
bupati/walikota kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
Bagian
Kedelapan
Panitia
Pemilihan
Paragraf
1
PPK
Pasal
40
(1) Untuk
menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan, dibentuk PPK.
(2) PPK
berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(3) PPK
dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
pemungutan suara.
(4) Dalam
hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu
lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua)
bulan setelah pemungutan suara.
Pasal
41
(1) Anggota
PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota
PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi
keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%
(tiga puluh persen).
(4) Dalam
menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh
sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK
melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK
kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama
sebagai sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota.
Pasal
42
Tugas,
wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data
pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap;
b. membantu
KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
c. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
d. menerima
dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan
hasil penghitungan suara dari seluruh PPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam
rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;
g. mengumumkan
hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h. menyerahkan
hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh
peserta Pemilu;
i. membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU
Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan;
k. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya;
l. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPK kepada masyarakat;
m. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
n. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
2
PPS
Pasal
43
(1) Untuk
menyelenggarakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan, dibentuk PPS.
(2) PPS
berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.
(3) PPS
dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah hari
pemungutan suara.
(4) Dalam
hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu
lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua)
bulan setelah pemungutan suara dimaksud.
Pasal
44
(1) Anggota
PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota
PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan
dan badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan.
Pasal
45
Tugas,
wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK dalam melakukan pemutakhiran
data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan
daftar pemilih tetap;
b. membentuk
KPPS;
c. mengangkat
petugas pemutakhiran data pemilih;
d. mengumumkan
daftar pemilih;
e. menerima
masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara;
f. melakukan
perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara;
g. menetapkan
hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada huruf f
untuk menjadi daftar pemilih tetap;
h. mengumumkan
daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada
KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
i. menyampaikan
daftar pemilih kepada PPK;
j. melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK;
k. mengumpulkan
hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
l. melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf k dalam
rapat yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu dan pengawas Pemilu;
m. mengumumkan
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
n. menyerahkan
rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf m kepada
seluruh peserta Pemilu;
o. membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
PPK;
p. menjaga
dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah
kotak suara disegel;
q. meneruskan
kotak suara dari setiap PPS kepada PPK pada hari yang sama setelah rekapitulasi
hasil penghitungan suara dari setiap TPS;
r. menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu
Lapangan;
s. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya;
t. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPS kepada masyarakat;
u. membantu
PPK dalam menyelenggarakan Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara;
v. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
w. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
3
KPPS
Pasal
46
(1) Anggota
KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS
yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota
KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan
dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan
keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal
47
Tugas,
wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan
dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS;
b. menyerahkan
daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu
Lapangan;
c. melaksanakan
pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d. mengumumkan
hasil penghitungan suara di TPS;
e. menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu
Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. menjaga
dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah
kotak suara disegel;
g. membuat
berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan
hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i. menyerahkan
kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama;
j. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai ketentuan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
4
PPLN
Pasal
48
(1) PPLN
berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
(2) Anggota
PPLN berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang
yang berasal dari wakil masyarakat Indonesia.
(3) Anggota
PPLN diangkat dan diberhentikan oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik
Indonesia sesuai dengan wilayah kerjanya.
(4) Susunan
keanggotaan PPLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal
49
Tugas,
wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:
a. membantu
KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar
pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk
KPPSLN;
c. mengumumkan
daftar pemilih sementara, melakukan perbaikan data pemilih atas dasar masukan
dari masyarakat Indonesia di luar negeri, mengumumkan daftar pemilih hasil
perbaikan, serta menetapkan daftar pemilih tetap;
d. menyampaikan
daftar pemilih warga negara Republik Indonesia kepada KPU;
e. melaksanakan
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU;
f. melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPSLN dalam wilayah
kerjanya;
g. mengumumkan hasil penghitungan
suara dari seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;
h. menyerahkan
berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU;
i. menjaga
dan mengamankan keutuhan kotak suara;
j. melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya;
k. melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPLN kepada masyarakat Indonesia di luar negeri;
l. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
m. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
5
KPPSLN
Pasal
50
(1) Anggota
KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang
memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota
KPPSLN diangkat dan diberhentikan oleh ketua PPLN atas nama Ketua KPU.
(3) Pengangkatan
dan pemberhentian anggota KPPSLN wajib dilaporkan kepada KPU.
(4) Susunan
keanggotaan KPPSLN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal
51
Tugas,
wewenang, dan kewajiban KPPSLN meliputi:
a. mengumumkan
daftar pemilih tetap di TPSLN;
b. menyerahkan
daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri;
c. melaksanakan
pemungutan dan penghitungan suara di TPSLN;
d. mengumumkan
hasil penghitungan suara di TPSLN;
e. menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu
Luar Negeri, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. mengamankan
kotak suara setelah penghitungan suara;
g. membuat
berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu yang
hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
h. menyerahkan
hasil penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPLN;
i. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; dan
j. melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
52
Uraian
tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan
oleh KPU.
Paragraf
6
Persyaratan
Pasal
53
Syarat
untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN meliputi:
a. warga
negara Indonesia;
b. berusia
paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
c. setia
kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai
integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. tidak
menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah
atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi
anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus
partai politik yang bersangkutan;
f. berdomisili
dalam wilayah kerja PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
g. mampu
secara jasmani dan rohani;
h. berpendidikan
paling rendah SLTA atau sederajat untuk PPK, PPS, dan PPLN; dan
i. tidak
pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Paragraf
7
Sumpah/Janji
Pasal
54
(1) Sebelum
menjalankan tugas, anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan
sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji
anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN sebagai berikut:
“Demi
Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa
saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota
PPK/PPS/KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa
saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh,
jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Bagian
Kesembilan
Kesekretariatan
Paragraf
1
Susunan
Pasal
55
Untuk
mendukung kelancaran tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota, dibentuk Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi,
dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
Pasal
56
(1) Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota
bersifat hierarkis.
(2) Pegawai
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada dalam satu kesatuan manajemen
kepegawaian.
Pasal
57
(1) Sekretariat
Jenderal KPU dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris
Jenderal KPU adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon
Sekretaris Jenderal KPU diusulkan oleh KPU sebanyak 3 (tiga) orang kepada
Presiden.
(4) Dalam
pengusulan calon Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU
harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Presiden
memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal KPU dari calon yang diajukan oleh
KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(6) Sekretaris
Jenderal KPU bertanggung jawab kepada Ketua KPU.
Pasal
58
(1) Sekretariat
KPU Provinsi dipimpin oleh sekretaris KPU Provinsi.
(2) Sekretaris
KPU Provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon
sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Sekretaris Jenderal
KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.
(4) Sekretaris
Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang sekretaris KPU Provinsi dari 3 (tiga) orang
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan
Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
(5) Sekretaris
KPU Provinsi bertanggung jawab kepada ketua KPU Provinsi.
Pasal
59
(1) Sekretariat
KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh sekretaris KPU Kabupaten/ Kota.
(2) Sekretaris
KPU Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri
sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Calon
sekretaris KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada
Sekretaris Jenderal KPU sebanyak 3 (tiga) orang setelah berkonsultasi dengan
Pemerintah Daerah.
(4) Sekretaris
Jenderal KPU memilih 1 (satu) orang sekretaris KPU Kabupaten/ Kota dari 3
(tiga) orang calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya
ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
(5) Sekretaris
KPU Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada ketua KPU Kabupaten/Kota.
Pasal
60
Organisasi,
tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat
KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden berdasarkan usulan KPU.
Pasal
61
Di
lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat
KPU Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu yang jumlah dan
jenisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
62
Struktur
organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat
KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU setelah berkonsultasi dengan
menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
63
Susunan
organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi,
dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU.
Pasal
64
Pengisian
jabatan dalam struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU
Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan
Sekretaris Jenderal KPU.
Paragraf
2
Tugas
dan Wewenang
Pasal
65
Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota
masing-masing melayani KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal
66
(1) Sekretariat
Jenderal KPU bertugas:
a. membantu
penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan
dukungan teknis administratif;
c. membantu
pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu
perumusan dan penyusunan rancangan peraturan dan keputusan KPU;
e. memberikan
bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa Pemilu;
f. membantu
penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU; dan
g. membantu
pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat
Jenderal KPU berwenang:
a. mengadakan
dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan
perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. mengangkat
tenaga pakar/ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan KPU; dan
d. memberikan
layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Sekretariat
Jenderal KPU berkewajiban:
a. menyusun
laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara
arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola
barang inventaris KPU.
(4) Sekretariat
Jenderal KPU bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan
barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal
67
(1) Sekretariat
KPU Provinsi bertugas:
a. membantu
penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan
dukungan teknis administratif;
c. membantu
pelaksanaan tugas KPU Provinsi dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu
pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
e. membantu
perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Provinsi;
f. memfasilitasi
penyelesaian masalah dan sengketa pemilihan gubernur;
g. membantu
penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU
Provinsi; dan
h. membantu
pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat
KPU Provinsi berwenang:
a. mengadakan
dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan pemilihan gubernur
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan
perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. memberikan
layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Sekretariat
KPU Provinsi berkewajiban:
a. menyusun
laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara
arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola
barang inventaris KPU Provinsi.
(4) Sekretariat
KPU Provinsi bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan
barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal
68
(1) Sekretariat
KPU Kabupaten/Kota bertugas:
a. membantu
penyusunan program dan anggaran Pemilu;
b. memberikan
dukungan teknis administratif;
c. membantu
pelaksanaan tugas KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu
pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur;
e. membantu
perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota;
f. memfasilitasi
penyelesaian masalah dan sengketa pemilihan bupati/walikota;
g. membantu
penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU
Kabupaten/Kota; dan
h. membantu
pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat
KPU Kabupaten/Kota berwenang:
a. mengadakan
dan mendistribusikan perlengkapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan
perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. memberikan
layanan administrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Sekretariat
KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. menyusun
laporan pertanggungjawaban keuangan;
b. memelihara
arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola
barang inventaris KPU Kabupaten/Kota.
(4) Sekretariat
KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam hal administrasi keuangan serta
pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB
IV
PENGAWAS
PEMILU
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
69
(1) Pengawasan
penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri.
(2) Bawaslu
dan Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
Pasal
70
Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan
pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan
setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.
Bagian
Kedua
Kedudukan,
Susunan, dan Keanggotaan
Pasal
71
(1) Bawaslu
berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Bawaslu
Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Panwaslu
Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(4) Panwaslu
Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(5) Pengawas
Pemilu Lapangan berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.
(6) Pengawas
Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
Pasal
72
(1) Keanggotaan
Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan pengawasan
penyelenggaraan Pemilu.
(2) Jumlah
anggota:
a. Bawaslu
sebanyak 5 (lima) orang;
b. Bawaslu
Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang;
c. Panwaslu
Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang;
d. Panwaslu
Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(3) Jumlah
anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa atau nama lain/kelurahan paling
sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 5 (lima) orang yang disesuaikan dengan
kondisi geografis dan sebaran TPS.
(4) Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua
Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu.
(6) Ketua
Bawaslu Provinsi, ketua Panwaslu Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan
dipilih dari dan oleh anggota.
(7) Setiap
anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.
(8) Komposisi
keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen).
(9) Masa
keanggotaan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak
pengucapan sumpah/janji.
Bagian
Ketiga
Tugas,
Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf
1
Badan
Pengawas Pemilu
Pasal
73
(1) Bawaslu
menyusun standar tata laksana kerja pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagai pedoman kerja bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan.
(2) Bawaslu
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan
penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis.
(3) Tugas
Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. mengawasi
persiapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1. perencanaan
dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;
2. perencanaan
pengadaan logistik oleh KPU;
3. pelaksanaan
penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan untuk
pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4. sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu; dan
5. pelaksanaan
tugas pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. mengawasi
pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1. pemutakhiran
data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;
2. penetapan
peserta Pemilu;
3. proses
pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon presiden dan
wakil presiden, dan calon gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. pelaksanaan
kampanye;
5. pengadaan
logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
6. pelaksanaan
pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
7. pergerakan
surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan
suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
8. pergerakan
surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota;
9. proses
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
10. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
11. pelaksanaan
putusan pengadilan terkait dengan Pemilu;
12. pelaksanaan
putusan DKPP; dan
13. proses
penetapan hasil Pemilu.
c. mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu dan ANRI;
d. memantau
atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh
instansi yang berwenang;
e. mengawasi
atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu;
f. evaluasi
pengawasan Pemilu;
g. menyusun
laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu; dan
h. melaksanakan
tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bawaslu berwenang:
a. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
b. menerima
laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji laporan dan
temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;
c. menyelesaikan
sengketa Pemilu;
d. membentuk
Bawaslu Provinsi;
e. mengangkat
dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan
f. melaksanakan
wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Tata
cara dan mekanisme penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dan sengketa
Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diatur dalam
undang-undang yang mengatur Pemilu.
Pasal
74
Bawaslu
berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua
tingkatan;
c. menerima
dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan
laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU
sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
dan
e. melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf
2
Bawaslu
Provinsi
Pasal
75
(1)
Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu di wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran
data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan
yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pencalonan gubernur;
3. proses
penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan calon gubernur;
4. penetapan
calon gubernur;
5. pelaksanaan
kampanye;
6. pengadaan
logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8. pengawasan
seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9. proses
rekapitulasi suara dari seluruh kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
10. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
dan
11. proses
penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
pemilihan gubernur;
b. mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga
kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan ANRI;
c. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilu;
d. menyampaikan
temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan
temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
f. menyampaikan
laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu
yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi;
g. mengawasi
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada
anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi
pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan
rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi
administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b. memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal
76
Bawaslu
Provinsi berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima
dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan
laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan
temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat provinsi; dan
f. melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
3
Panwaslu
Kabupaten/Kota
Pasal
77
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu
Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi:
1. pemutakhiran
data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan
yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan bupati/walikota;
3. proses
penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan calon
bupati/walikota;
4. penetapan
calon bupati/walikota;
5. pelaksanaan
kampanye;
6. pengadaan
logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan
pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8. mengendalikan
pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
9. pergerakan
surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
10. proses
rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh
kecamatan;
11. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
dan
12. proses
penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dan pemilihan bupati/walikota;
b. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilu;
c. menyelesaikan
temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur
tindak pidana;
d. menyampaikan
temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan
temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
f. menyampaikan
laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu
yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat
kabupaten/kota;
g. mengawasi
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada
anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi
pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota
dapat:
a. memberikan
rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi
administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b. memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal
78
Panwaslu
Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di
bawahnya;
c. menerima
dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan
laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu
secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan
temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota; dan
f. melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
4
Panitia
Pengawas Pemilu Kecamatan
Pasal
79
Tugas
dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:
a. mengawasi
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran
data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan
kampanye;
3. logistik
Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan
pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilu;
5. pergerakan
surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses
rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan
7. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang
dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menyampaikan
temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan
temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
e. mengawasi
pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu;
f. memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dan
g. melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
80
Panwaslu
Kecamatan berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan
laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat
kecamatan;
c. menyampaikan
laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya
kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan
temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
e. melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
5
Pengawas
Pemilu Lapangan
Pasal
81
Tugas
dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a. mengawasi
tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang meliputi:
1. pelaksanaan
pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar
pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan
kampanye;
3. logistik
Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan
pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman
hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman
hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. pergerakan
surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang
dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan
temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan
temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. mengawasi
pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang
lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Pasal
82
Pengawas
Pemilu Lapangan berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan
laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat
desa/kelurahan;
c. menyampaikan
temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
d. menyampaikan
laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya
kepada Panwaslu Kecamatan; dan
e. melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Paragraf
6
Pengawas
Pemilu Luar Negeri
Pasal
83
Tugas
dan wewenang Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah:
a. mengawasi
tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri yang meliputi:
1. pemutakhiran
data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan
kampanye;
3. logistik
Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan
pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPSLN;
5. proses
rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPLN dari seluruh TPSLN;
6. pengumuman
hasil penghitungan suara di setiap TPSLN;
7. pengumuman
hasil penghitungan suara dari TPSLN yang ditempelkan di sekretariat PPLN;
8. pergerakan
surat suara dari TPSLN sampai ke PPLN; dan
9. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b. menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan
temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan
temuan dan laporan kepada PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. mengawasi
pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan
tugas dan wewenang lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.
Pasal
84
Pengawas
Pemilu Luar Negeri berkewajiban:
a. bersikap
tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan
laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri;
c. menyampaikan
temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran
yang dilakukan oleh PPLN dan KPPSLN yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di luar negeri;
d. menyampaikan
laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya
kepada Bawaslu; dan
e. melaksanakan
kewajiban lainnya yang diberikan oleh Bawaslu.
Bagian
Keempat
Persyaratan
Pasal
85
Syarat
untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a. warga
negara Indonesia;
b. pada
saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon
angota Bawaslu, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Bawaslu
Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh
lima) tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
c. setia
kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai
integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
e. memiliki
kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan
pengawasan Pemilu;
f. berpendidikan
paling rendah S-1 untuk calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu
Kabupaten/Kota dan berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk
anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
g. berdomisili
di wilayah Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang
bersangkutan untuk anggota Bawaslu Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan
kartu tanda penduduk;
h. mampu
secara jasmani dan rohani.
i. mengundurkan
diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan,
dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar
sebagai calon;
j. tidak
pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. bersedia
bekerja penuh waktu;
l. bersedia
tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dan
m. tidak
berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.
Bagian
Kelima
Pengangkatan
dan Pemberhentian
Paragraf
1
Bawaslu
Pasal
86
Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 selain menyeleksi calon anggota KPU
juga menyeleksi calon anggota Bawaslu pada saat bersamaan.
Pasal
87
(1) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk
memilih calon anggota Bawaslu, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan
pendaftaran calon anggota Bawaslu pada media massa cetak harian dan media massa
elektronik nasional; b. menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu; c.
melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; d. mengumumkan
hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu; e. melakukan seleksi
tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu; f. melakukan tes
kesehatan; g. melakukan serangkaian tes psikologi;
h. mengumumkan
nama daftar bakal calon anggota Bawaslu yang lulus seleksi tertulis, tes
kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
masyarakat;
i. melakukan
wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan
dan masukan masyarakat; j. menetapkan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu
dalam rapat pleno; dan k. menyampaikan 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu
kepada Presiden.
(4) Tim
seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
(5) Tim
seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pasal
88
(1) Presiden
mengajukan 10 (sepuluh) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota Bawaslu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak diterimanya berkas calon anggota Bawaslu.
(2) Penyampaian
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai
salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu.
Pasal
89
(1) Proses
pemilihan anggota Bawaslu di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas
calon anggota Bawaslu dari Presiden.
(2) Dewan
Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan
dan kepatutan.
(3) Dewan
Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima) calon anggota Bawaslu peringkat teratas
dari 10 (sepuluh) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) sebagai
calon anggota Bawaslu terpilih.
(4) Dalam
hal tidak ada calon anggota Bawaslu yang terpilih atau calon anggota Bawaslu
terpilih kurang dari 5 (lima) orang, Dewan Perwakilan Rakyat meminta Presiden untuk
mengajukan kembali bakal calon anggota Bawaslu sejumlah 2 (dua) kali nama calon
anggota Bawaslu yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak surat penolakan dari Dewan
Perwakilan Rakyat diterima oleh Presiden.
(5) Penolakan
terhadap bakal calon anggota Bawaslu oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali.
(6) Pengajuan
kembali bakal calon anggota Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan
berasal dari bakal calon yang telah diajukan sebelumnya.
(7) Pemilihan
calon anggota Bawaslu yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.
(8) Dewan
Perwakilan Rakyat menyampaikan nama calon anggota Bawaslu terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Presiden.
Pasal
90
(1) Presiden
mengesahkan calon anggota Bawaslu terpilih yang disampaikan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (8) paling lambat 5
(lima) hari kerja sejak diterimanya 5 (lima) nama anggota Bawaslu terpilih.
(2) Pengesahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal
91
(1) Untuk
mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, dibentuk Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang
bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu
di wilayah kerja masing-masing.
(2) Untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilihan gubernur, dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan Panwaslu Kecamatan serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur di
wilayah kerja masing-masing.
(3) Untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota, dibentuk Panwaslu
Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan yang
bertugas melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan
pemilihan bupati/walikota di wilayah kerja masing-masing.
Paragraf
2
Bawaslu
Provinsi
Pasal
92
(1) Bawaslu
membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi pada
setiap provinsi.
(2) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang anggota
yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang memiliki
integritas atau melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat.
(3) Anggota
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(4) Anggota
tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu Provinsi.
(5) Tim
seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(6) Pembentukan
tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Bawaslu dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak 5
(lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.
(7) Tata
cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota Bawaslu
Provinsi dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(8) Penetapan
anggota tim seleksi oleh Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
melalui rapat pleno Bawaslu.
Pasal
93
(1) Tim
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada bidang yang diperlukan.
(3) Untuk
memilih calon anggota Bawaslu Provinsi, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan
pendaftaran calon anggota Bawaslu Provinsi pada media massa cetak harian dan
media massa elektronik lokal;
b. menerima
pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
c. melakukan
penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
d. mengumumkan
hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Provinsi;
e. melakukan
seleksi tertulis dengan materi utama pengetahuan mengenai Pemilu;
f. melakukan
tes kesehatan;
g. melakukan
serangkaian tes psikologi;
h. mengumumkan
nama daftar bakal calon anggota Bawaslu Provinsi yang lulus seleksi tertulis,
tes kesehatan, dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
masyarakat;
i. melakukan
wawancara dengan materi penyelenggaraan Pemilu dan klarifikasi atas tanggapan
dan masukan masyarakat;
j. menetapkan
6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi dalam rapat pleno; dan
k. menyampaikan
6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi kepada Bawaslu.
(4)
Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah terbentuk.
Pasal
94
(1) Tim
seleksi mengajukan 6 (enam) nama calon anggota Bawaslu Provinsi hasil seleksi
kepada Bawaslu.
(2) Penyampaian
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi setiap bakal calon anggota Bawaslu
Provinsi.
Pasal
95
(1) Bawaslu
melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Bawaslu Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1).
(2) Bawaslu
memilih calon anggota Bawaslu Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan.
(3) Bawaslu
menetapkan 3 (tiga) calon anggota Bawaslu Provinsi peringkat teratas dari 6
(enam) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) sebagai anggota Bawaslu
Provinsi terpilih.
(4) Anggota
Bawaslu Provinsi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Bawaslu.
(5) Proses
pemilihan dan penetapan anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu dalam
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf
3
Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas
Pemilu Lapangan, dan
Pengawas
Pemilu Luar Negeri
Pasal
96
(1) Anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota diseleksi dan
ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.
(2) Anggota
Panwaslu Kecamatan diseleksi dan ditetapkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota.
(3) Anggota
Pengawas Pemilu Lapangan diseleksi dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu
Kecamatan.
(4) Anggota
Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Bawaslu
atas usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
(5) Tata
cara seleksi dan penetapan calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bawaslu.
(6) Tata
cara pembentukan dan penetapan calon anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bawaslu.
Paragraf
4
Sumpah/Janji
Pasal
97
(1) Pelantikan
anggota Bawaslu dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan
anggota Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.
(3) Pelantikan
anggota Panwaslu Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.
Pasal
98
(1) Sebelum
menjalankan tugas, anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
mengucapkan sumpah/janji. (2) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut:
“Demi
Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa
saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu/Bawaslu
Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan/ Pengawas Pemilu
Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dengan berpedoman kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bahwa saya dalam
menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur,
adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Paragraf
5
Pemberhentian
Pasal
99
(1) Anggota
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri berhenti antarwaktu
karena:
a. meninggal
dunia;
b. mengundurkan
diri dengan alasan yang dapat diterima;
c. berhalangan
tetap lainnya; atau
d. diberhentikan
dengan tidak hormat.
(2) Diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila:
a. tidak
lagi memenuhi syarat sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan;
b. melanggar
sumpah/janji jabatan dan kode etik;
c. tidak
dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
d. dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana Pemilu; atau
f. tidak
menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali
berturut-turut tanpa alasan yang dapat diterima.
(3) Pemberhentian
anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota
Bawaslu oleh Presiden;
b. anggota
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.
(4) Penggantian
antarwaktu anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang
berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota
Bawaslu, digantikan oleh calon anggota Bawaslu urutan peringkat berikutnya dari
hasil seleksi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota
Bawaslu Provinsi, digantikan oleh calon anggota Bawaslu Provinsi urutan
peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu;
c. anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota
urutan peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu
Provinsi;
d. anggota
Panwaslu Kecamatan, digantikan oleh calon anggota Panwaslu Kecamatan urutan
peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh Panwaslu
Kabupaten/Kota;
e. anggota
Pengawas Pemilu Lapangan, digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu
Lapangan lainnya yang ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan
f. anggota
Pengawas Pemilu Luar Negeri digantikan oleh calon anggota Pengawas Pemilu Luar
Negeri lainnya yang ditetapkan oleh Bawaslu atas usul kepala perwakilan
Republik Indonesia.
Pasal
100
(1) Pemberhentian anggota Bawaslu dan
Bawaslu Provinsi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f didahului dengan verifikasi
oleh DKPP atas pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye,
masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.
(2) Pemberhentian
anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan pengawas pemilu luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
didahului dengan verifikasi oleh pengawas satu tingkat di atasnya berdasarkan
pengaduan Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat,
dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas yang jelas.
(3) Dalam
proses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), anggota
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri harus diberi
kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
(4) Dalam
hal rapat pleno DKPP memutuskan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), anggota yang bersangkutan diberhentikan sementara
sebagai anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sampai
dengan diterbitkannya keputusan pemberhentian.
Pasal
101
(1) Tata
cara pengaduan, pembelaan, dan pengambilan putusan oleh DKPP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 diatur lebih lanjut dengan Peraturan DKPP.
(2) Peraturan
DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibentuk paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji.
Pasal
102
(1) Anggota
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri diberhentikan
sementara karena:
a. menjadi
terdakwa dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
b. menjadi
terdakwa dalam perkara tindak pidana Pemilu; atau
c. memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (4).
(2) Dalam
hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan
terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(3) Dalam
hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan
tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, anggota yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan
pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam
hal anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dinyatakan
tidak terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan
rehabilitasi nama anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja.
(7) Dalam
hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah berakhir dan
tanpa pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinyatakan berhenti dengan
Undang-Undang ini.
Bagian
Keenam
Pertanggungjawaban
dan Pelaporan
Pasal
103
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, Bawaslu:
a. dalam
hal keuangan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam
hal pengawasan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya
memberikan laporan pengawasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara
periodik untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Laporan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada KPU.
Pasal
104
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Bawaslu
Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu
secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Bawaslu
Provinsi menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan
penyelenggaraan pemilihan gubernur kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi.
Pasal
105
(1) Dalam
menjalankan tugasnya, Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bawaslu
Provinsi.
(2) Panwaslu
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kinerja dan pengawasan penyelenggaraan
Pemilu secara periodik kepada Bawaslu Provinsi.
(3) Panwaslu
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan
penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota kepada bupati/walikota dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian
Ketujuh
Kesekretariatan
Pasal
106
(1) Untuk
mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu, dibentuk Sekretariat Jenderal
Bawaslu yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal Bawaslu.
(2) Sekretaris
Jenderal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon
Sekretaris Jenderal Bawaslu diusulkan oleh Bawaslu kepada Presiden sebanyak 3
(tiga) orang.
(4) Dalam
pengusulan calon Sekretaris Jenderal, Bawaslu harus terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Presiden
memilih 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal Bawaslu dari 3 (tiga) orang calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(6) Sekretaris
Jenderal Bawaslu bertanggung jawab kepada Ketua Bawaslu.
Pasal
107
(1) Untuk
mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota, dibentuk sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan sekretariat Panwaslu Kecamatan.
(2) Sekretariat
Bawaslu Provinsi dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dipimpin oleh kepala
sekretariat.
(3) Kepala
sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kepala
sekretariat Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi dan
kepala sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota.
Pasal
108
Organisasi,
tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu,
sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan
sekretariat Panwaslu Kecamatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden
berdasarkan usulan Bawaslu.
BAB
V
DKPP
Pasal
109
(1) DKPP
bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota negara.
(2) DKPP
dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya
dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU
Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN,
anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan
anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu
Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(3) DKPP
dibentuk paling lama 2 (dua) bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu
mengucapkan sumpah/janji.
(4) DKPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. 1
(satu) orang unsur KPU;
b. 1
(satu) orang unsur Bawaslu;
c. 1
(satu) orang utusan masing-masing partai politik yang ada di DPR;
d. 1
(satu) orang utusan Pemerintah;
e. 4
(empat) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada
di DPR berjumlah ganjil atau 5 (lima) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah
utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap.
(5) Dalam
hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf d berjumlah 4 (empat) orang, Presiden dan DPR masing-masing
mengusulkan 2 (dua) orang.
(6) Dalam
hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf d berjumlah 5 (lima) orang, Presiden mengusulkan 2 (dua) orang
dan DPR mengusulkan 3 (tiga) orang.
(7) Pengajuan
usul keanggotaan DKPP dari setiap unsur disampaikan kepada Presiden.
(8) DKPP
terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(9) Ketua
DKPP dipilih dari dan oleh anggota DKPP.
(10) Masa
tugas keanggotaan DKPP adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat dilantiknya
anggota DKPP yang baru.
(11) Setiap
anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antarwaktu berdasarkan kebutuhan
dan pertimbangan masing-masing unsur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(12) Pembentukan
DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal
110
(1) DKPP
menyusun dan menetapkan satu kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas,
dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota,
PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri.
(2) Dalam
hal penyusunan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DKPP dapat
mengikutsertakan pihak lain.
(3) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi
oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri.
(4) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan
peraturan DKPP paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP
mengucapkan sumpah/janji.
Pasal
111
(1) DKPP
bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan Penyelenggara Pemilu.
(2) Dalam
hal anggota DKPP yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu diadukan melanggar
kode etik Penyelenggara Pemilu, anggota yang berasal dari anggota KPU atau
Bawaslu berhenti sementara.
(3) Tugas
DKPP meliputi:
a. menerima
pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh
Penyelenggara Pemilu;
b. melakukan
penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan
dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;
c. menetapkan
putusan; dan
d. menyampaikan
putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
(4) DKPP mempunyai wewenang untuk:
a. memanggil
Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk
memberikan penjelasan dan pembelaan;
b. memanggil
pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai
keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan
c. memberikan
sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
Pasal
112
(1) Pengaduan
tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu diajukan
secara tertulis oleh Penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat,
dan/atau pemilih dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP.
(2) DKPP
melakukan verifikasi dan penelitian administrasi terhadap pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) DKPP
menyampaikan panggilan pertama kepada Penyelenggara Pemilu 5 (lima) hari
sebelum melaksanakan sidang DKPP.
(4) Dalam
hal Penyelenggara Pemilu yang diadukan tidak memenuhi panggilan pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DKPP menyampaikan panggilan kedua 5 (lima)
hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.
(5) Dalam
hal DKPP telah 2 (dua) kali melakukan panggilan dan Penyelenggara Pemilu tidak
memenuhi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, DKPP dapat segera membahas
dan menetapkan putusan tanpa kehadiran Penyelenggara Pemilu yang bersangkutan.
(6) Penyelenggara
Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada
orang lain.
(7) Pengadu
dan Penyelenggara Pemilu yang diadukan dapat menghadirkan saksi-saksi dalam
sidang DKPP.
(8) Di
hadapan sidang DKPP, pengadu atau Penyelenggara Pemilu yang diadukan diminta
mengemukakan alasan-alasan pengaduan atau pembelaan, sedangkan saksi-saksi
dan/atau pihak-pihak lain yang terkait dimintai keterangan, termasuk untuk
dimintai dokumen atau alat bukti lainnya.
(9) DKPP
menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap
pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi-saksi, serta
memperhatikan bukti-bukti.
(10) Putusan
DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP.
(11) Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berupa teguran tertulis,
pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.
(12) Putusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat.
(13) KPU,
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN
wajib melaksanakan putusan DKPP.
Pasal
113
(1) Apabila dipandang perlu, DKPP dapat
menugaskan anggotanya ke daerah untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran kode
etik Penyelenggara Pemilu di daerah.
(2) Pengambilan putusan terhadap
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rapat Pleno
DKPP.
Pasal
114
Ketentuan
lebih lanjut tentang mekanisme dan tata cara pelaksanaan tugas DKPP, serta tata
beracara diatur dalam Peraturan DKPP. Pasal 115 Dalam melaksanakan tugasnya,
DKPP dibantu oleh sekretariat yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu.
BAB
VI
KEUANGAN
Pasal
116
(1) Anggaran
belanja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, DKPP,
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, sekretariat KPU
Kabupaten/Kota, Sekretariat Jenderal Bawaslu, dan sekretariat Bawaslu Provinsi
bersumber dari APBN.
(2) Pendanaan
penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden wajib dianggarkan dalam APBN.
(3) Sekretaris
Jenderal KPU mengoordinasikan pendanaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN.
(4) Sekretaris
Jenderal Bawaslu mengoordinasikan pendanaan pengawasan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri.
(5) Pendanaan
penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota wajib dianggarkan
dalam APBD.
Pasal
117
Anggaran
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN, serta pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang APBD wajib dicairkan sesuai dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Pasal
118
Kedudukan
keuangan anggota KPU, Bawaslu, DKPP, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan
Bawaslu Provinsi diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB
VII
PERATURAN
DAN KEPUTUSAN PENYELENGGARA PEMILU
Pasal
119
(1) Untuk
penyelenggaraan Pemilu, KPU membentuk peraturan KPU dan keputusan KPU.
(2) Peraturan
KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
(3) Untuk
penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk keputusan
dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan oleh KPU.
(4) Peraturan
KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan
DPR dan Pemerintah.
Pasal
120
(1) Untuk
pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu membentuk peraturan Bawaslu dan
keputusan Bawaslu.
(2) Peraturan
Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
(3) Untuk
pengawasan Pemilu, Bawaslu Provinsi membentuk keputusan dengan mengacu kepada
pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(4) Peraturan
Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi
dengan DPR dan Pemerintah.
Pasal
121
(1) Untuk
menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan kode etik Penyelenggara Pemilu,
DKPP membentuk peraturan DKPP dan keputusan DKPP.
(2) Peraturan
DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
(3) Peraturan
DKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan
DPR dan Pemerintah.
Pasal
122
(1) Kode
Etik Penyelenggara Pemilu dan Pedoman Tata Laksana Penyelenggaraan Pemilu
dibentuk dalam peraturan bersama antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.
(2) Peraturan
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkonsultasi
dengan DPR dan Pemerintah.
BAB
VIII
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
123
Ketentuan
dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Penyelenggara Pemilu di provinsi yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam
undang-undang tersendiri.
Pasal
124
Pembentukan
tim seleksi untuk memilih calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota di
daerah otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk diatur lebih lanjut dengan
peraturan KPU.
Pasal
125
Dalam
hal undang-undang mengenai penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan
walikota mengatur secara berbeda yang berkaitan dengan tugas Penyelenggara
Pemilu, berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Pasal
126
(1) Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya, Penyelenggara Pemilu,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan
dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penugasan
personel pada sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan
PPS;
b. penyediaan
sarana ruangan sekretariat Panwaslu kabupaten/kota, PPK, Panwaslu kecamatan dan
PPS;
c. pelaksanaan
sosialisasi;
d. kelancaran
transportasi pengiriman logistik;
e. monitoring
kelancaran penyelenggaraan Pemilu; dan
f. kegiatan
lain sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Pemilu.
(3) Kegiatan
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilaksanakan setelah ada
permintaan dari Penyelenggara Pemilu.
(4) Dalam
keadaan tertentu Pemerintah dapat membantu pendanaan untuk kelancaran
penyelenggaraan pemilihan gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
127
(1) Apabila
terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU tidak dapat melaksanakan tahapan
penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang, tahapan
penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal
KPU.
(2) Dalam
hal KPU tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
mengambil langkah agar KPU dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila
terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak
dapat menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara
dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya.
Pasal
128
(1) Apabila
terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu tidak dapat menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengawasan tahapan penyelenggaraan
Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu.
(2) Dalam
hal Bawaslu tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat segera
mengambil langkah agar Bawaslu dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila
terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Panwaslu
Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan pengawasan
penyelenggaraan Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh Bawaslu atau Bawaslu
Provinsi.
BAB
IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
129
(1) Masa
kerja anggota KPU dan anggota Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir sampai dengan pengucapan
sumpah/janji anggota KPU dan anggota Bawaslu yang baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2) Anggota
KPU dan anggota Bawaslu yang masa tugasnya berakhir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pada
saat Undang-Undang ini diundangkan, segala kewajiban dengan pihak lain yang
belum selesai dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu tetap berlangsung dan dinyatakan
tetap berlaku menurut Undang-Undang ini.
(4) Pembentukan
tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu menurut Undang-Undang ini harus sudah
dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
130
(1) Keanggotaan
KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa
keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
(2) Dalam
hal keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir masa tugasnya pada saat
berlangsungnya tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur, masa keanggotaannya
diperpanjang sampai dengan pelantikan gubernur terpilih dan pembentukan tim
seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelantikan gubernur
terpilih.
Pasal
131
(1) Keanggotaan
KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir
masa keanggotaan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
(2) Dalam
hal keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berakhir masa tugasnya pada saat
berlangsungnya tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota, masa
keanggotaannya diperpanjang sampai dengan pelantikan bupati/walikota terpilih
dan pembentukan tim seleksinya dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
pelantikan bupati/walikota terpilih.
Pasal
132
(1) Dalam
hal penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota sedang berlangsung
pada saat Undang-Undang ini diundangkan, panitia pengawas untuk pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota tetap melaksanakan tugasnya.
(2) Dalam
hal penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang akan
berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu berdasarkan Undang-Undang ini,
pembentukan pengawas untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota berpedoman
kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal
133
(1) Proses
peralihan status sekretaris KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota,
pegawai sekretariat KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota
menjadi pegawai Sekretariat Jenderal KPU dilakukan secara bertahap sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Proses
peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Sekretariat Jenderal KPU dengan terlebih dahulu memberikan penawaran untuk
memilih kepada para pegawai yang bersangkutan serta berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai peralihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
134
Pada
saat Undang-Undang ini berlaku, ketentuan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah beserta perubahannya masih tetap berlaku sepanjang belum
diganti dengan undang-undang yang baru.
BAB
X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
135
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal
136
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
137
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 16 Oktober 2011
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2011
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2011 NOMOR 101
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN
SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten
Deputi Perundang-undangan
Bidang
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Ttd,
Wisnu
Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar